jurnalistika.id – Jalan hidup orang emang beda-beda serta memiliki lintasan takdirnya masing-masing. Inilah yang terjadi dengan Puspitasari, seorang make up artist (MUA), owner Puspita Wedding, asal Jakarta.
Dia sendiri tidak menyangka, alam membawanya menjadi seorang make up artist. Padahal, sejak kecil, ia tidak akrab dengan kosmetik dan dunia rias-merias. Sebaliknya, di usia SD, ia sangat gemar mengikuti seni tari.
Ia mengikuti kegiatan lenggak-lenggok tubuh ini dengan penuh semangat. Dia merasa, dunia tari memberi ruang tersendiri dalam hatinya.
Beranjak SMP, Pita, demikian sapaan akrabnya, melirik pencak silat. Kegiatan ini tidak mendapat restu dari sang ayah. Kendati demikian, Pita terus menjalani aktifitas tersebut di sebuah padepokan silat di TMII-Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
Di dunia seni yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya ini, Pita menemukan dunianya. Ia merasa gembira berada di lingkungan teman-teman silatnya. Hal yang sama ia rasakan ketika ia berada di sekitar kawan-kawan menarinya.
Kemudian, pilihannya berubah 180 derajat, ketika suatu hari, pasca bekerja di sebuah toko kecantikan brand ternama. Ia mulai tertarik dengan kosmetik. Ia pun bercita-cita menjadi seorang perias.
Bergelut di Dunia Tari
Pita menuturkan bahwa ia aktif di dunia tari selama lima tahun. Saat itu, penyuka warna nude pastel ini, menguasai berbagai macam tari daerah, termasuk tari Papua dan melayu.
Sekitar lima tahun, Pita tenggelam di dunia seni ini. Ia sangat menikmati setiap momen yang tertoreh disini. Baginya, kesenian ini tidak hanya membuat hatinya berseri tapi juga dunia sekitarnya menari.
Saat itu, wanita kelahiran 29 Maret 1989 ini merasa menari membuatnya berenergi. Padahal, aktifitas ini dilakukan dengan perasaan dan kelembutan.
Prestasinya di dunia seni ini tidak main-main. Pita menyabet juara 2 lomba tari daerah antar sanggar seJabodetabek. Pencapaian luar biasa untuk seorang Pita kecil yang kala itu masih SD dan belum punya mimpi apa-apa.
Tangannya Sempat Patah
Lain di seni tari, lain pula di seni bela diri. Meski ayahnya tidak mendukung, Pita nekat mengikuti pencak silat. Kala itu, ia beranjak SMP.
Kenekatannya ini membawanya terdaftar sebagai anggota padepokan pencak silat bernama Setia Hati Terate, di TMII Jakarta.
Dalam perjalanannya, ternyata Pita harus memilih antara seni tari dan seni bela diri.
Delapan tahun Pita berkecimpung disini. Mempelajari cara bertahan dari serangan, bagaimana berkelit dari tendangan lawan dan yang utama melumpuhkan lawan.
Berada di lingkaran ini, Pita terbiasa bonyok-bonyok dan memar di sekujur tubuhnya. Bahkan dua kali tangannya patah saat berlatih untuk bertanding dan saat seleksi kejuaran pencak silat.
Pada suatu hari, seorang atlit asal Jakarta yang kini namanya mengharumkan Indonesia di dunia pencak silat, membanting tangan Pita hingga patah. Ini terjadi saat seleksi untuk kejuaraan pencak silat antar daerah.
Akhirnya, kejadian inilah yang membuat Pita memutuskan berhenti dari dunia beladiri. Meski sudah berhasil menyabet sabuk hijau serta meraih sekian banyak medali emas dari pencak silat, Pita merasa rido ayahnya lebih bersinar ketimbang medali emas yang diperolehnya. Walaupun, perlu bertahun-tahun bagi Pita untuk menyadarinya.
Selanjutnya, ia knock out pada kemauan sang ayah. Ia berlepas diri dari pencak silat, yang telah memberinya pelajaran berkorban dan berjuang untuk meraih sebuah mimpi. Ia memilih berbakti pada orang tua dengan taat. Baginya, rido orang tua juga rido Allah harus ia telan bulat-bulat. Ia sangat yakin, keberkahan dan kebahagiaan untuk dirinya akan merapat.
Melirik Dunia Kosmetik
Sejak lulus dari SMK, Pita mulai tertarik dengan dunia kosmetik. Baginya, dunia ini terasa nyentrik. Dengan kosmetik, ia bisa menyulap seseorang menjadi cantik. Kondisi ini sangat mengusik, mengetuk pintu mimpinya akan jadi apa ia di kemudian hari.
Beberapa kali, untuk hajatan nikahan keluarga dan menghadiri pernikahan teman, saya mempercayakan rias-merias wajah ini kepadanya. Disini saya melihat, Pita sangat tune in, melebur dan passion di bidang ini.
Baca juga: Tips Cantik Ala Make Up Artist, Cantik Itu Kamu
Tak hanya saya, beberapa kerabat, teman dekat dan sahabat, turut serta menggunakan jasa Pita untuk urusan make over wajah. Kebanyakan mereka sangat puas dengan hasil sentuhan Pita. Keahliannya ini mulai menyebar dari mulut ke mulut juga via sosial media.
Pada suatu hari, di tahun 2010, ia berkata pada saya,
“Aku ingin jadi perias, tapi kursusnya mahal. Alat-alatnya juga mahal. Aku harus nabung dulu. Semoga suatu hari nanti, aku bisa jadi perias,” ujarnya di rumahku, ketika ia berkunjung untuk sekadar chit-chat mengenai kegiatan rutinnya bekerja di sebuah brand kosmetik ternama.
Menjadi Make Up Artist
Rupanya, mimpinya terkabul. Allah memudahkan jalannya menjadi perias, lebih tepatnya perias pengantin. Saat tulisan ini dibuat, 24 Maret 2022, Pita tengah menjalani wisuda atas kelulusannya mengikuti kursus rias.
“Sertifikasi penting, Mi (begini ia menyebut namaku). Ini untuk kepercayaan pelanggan. Beberapa klien itu julid. Mereka akan lega jika tau, periasnya bersertifikat,” ujarnya sehari sebelum wisuda.
Setelah 11 tahun belajar, berlatih, dan menerima job seputar dunia rias dan problematikanya, akhirnya Pita memutuskan membuka jasa make up artist sendiri dengan nama Puspita Wedding. Ia berharap, usahanya ini bisa mengantarkan ia mencapai mottonya sendiri, “menjadi yang bermanfaat bagi orang-orang di sekelilingnya”.
Sebenarnya, mimpinya sederhana, ia hanya ingin mewujudkan mimpi para pengantin untuk tampil cantik, beda dan bermakna di hari yang paling berbahagia dalam hidup mereka.
“Aku mau buat dream wedding mereka jadi kenyataan dengan harga terjangkau tapi hasilnya memukau,” katanya sambil tertawa riang.
Kemudian, untuk jangka panjang, ia berencana membangun galeri pengantin bisnis wedding yang nantinya bisa membuka lowongan kerja untuk keluarga, sahabat dan tetangga yang membutuhkan.
Sekian kisah Pita, seorang penari, yang juga atlit pencak silat yang akhirnya menjelma menjadi seorang make up artist di masa kini, yang masih merajut sejuta mimpi bagi dirinya dan dunia ini. (RM)