jurnalistika.id – Orang Jawa menyebut bulan Syaban dengan istilah Ruwah. Lantas, apa penyebab bulan Syaban disebut Ruwah? Gus Baha dalam salah satu ceramahnya menerangkan tentang awal mula mengapa hal itu bisa terjadi.
Gus Baha menjelaskan asal muasal ruwah berasal dari kosakata Arab, yakni “arwah” dan selanjutnya diserap ke dalam Bahasa Jawa menjadi “ruwah”. Menurut pengakuannya hal itu disampaikan oleh K.H. Maemun Zubair di sela-sela pengajiannya.
“Saya masih ingat betul ketika Mbah Moen mengajar dan di antara yang diterangkan itu mengapa Syaban disebut Ruwah. Ruwah itu dari Bahasa Arab “arwah”, terus di-jawakan menjadi “ruwah”, tutur Gus Baha, dalam Youtube Kalam-Kajian Islam, Selasa (15/03/22).
Sebab Syaban Disebut Ruwah
Lalu Gus Baha juga menjelaskan bulan Syaban atau Ruwah tersebut sebagai bulan “arwah”. Hal itu berdasarkan pada bulan tersebut masyarakat Indonesia, khususnya jawa mendoakan arwah para lelulur pada bulan Syaban.
Selain itu, Ulama kharismatik asal Rembang ini menerangkan asal muasal tradisi mengirim doa untuk arwah pada bulan Syaban ini berasal dari tradisi Yaman.
Menurutnya, penduduk Yaman pada bulan Syaban ini memiliki tradisi mengadakan Haul Nabi Hud sehingga Kyai-kyai Jawa mengirimkan doa ketika bulan Sya’ban atau bulan Ruwah. Maka muncullah istilah tradisi ruwah atau ruwahan, yang tidak asing di telinga masyarakat Jawa.
“Karena di antara tradisi di Indonesia mengikuti Yaman. Dan di Yaman itu ada khoulnya Nabiyullah Hud dan itu pada waktu Sya’ban. Sehingga kyai-kyai jawa kalau kirim do’a itu dibarengkan pas Sya’ban atau Ruwah”, terang Gus Baha.
Adat Jawa pada Bulan Ruwah (Arwah)
Mengutip NU Online bahwa bulan sya’ban atau ruwah, masyarakat Indonesia, khususnya Jawa mengadakan ritual do’a untuk para arwah. Keluarga yang masih hidup berbondong-bondong mendo’akan arwah para leluhur menjelang bulan ramadhan.
Baik melalui do’a, sedekah, tahlil dan tahmid maupun langsung berziarah ke kubur. Bulan sya’ban menjadi bulan istimewa, artinya ada beberapa tradisi yang berlaku di bulan ini yang tidak dilaksanakan pada bulan-bulan lain.
Ada banyak macam nama untuk tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan atau di akhir bulan Sya’ban. Sebagian mengatakan dengan istilah arwahan, nyekar (sekitar Jawa Tengah), kosar (sekitar Jawa Timur), munggahan (sekitar tatar Sunda) dan lain sebagainya.
Baca juga: Keistimewaan Bulan Syaban dan Sebutan Lain Malam Nisfu Syaban
Meskipun berbeda nama, namun pada intinya dalam kegiatannya diisi dengan hal yang sama yakni mendo’akan arwah para leluhur.
Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, hal ini telah menjadi adat atau kebiasaan.
Oleh karena itu, hal ini menjadi semacam sebuah keharusan. Dan jika pada bulan Sya’ban ini meninggalkan tradisi-tradisi tersebut, serasa ada yang kurang dalam menyambut bulan Ramadhan.