jurnalistika – Sebagai upaya meningkatkan literasi keuangan digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan 19 modul dalam bentuk buku, buku elektronik, serta game interaktif yang bisa diakses secara gratis
Upaya tersebut sebagai tindak lanjut dari hasil publikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berjudul Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2021-2025.
Masyarakat dapat mengakses modul tersebut pada website resmi OJK secara gratis di https://sikapiuangmu.ojk.go.id/.
Indeks literasi keuangan Indonesia Tahun 2019 menunjukkan hanya sebesar 30,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen. Tertinggal sangat jauh dengan Singapura di angka 98 persen dan Malaysia 85 persen.
Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital, Irmansyah dalam Webinar Internasional tentang Inklusi Keuangan Digital, Rabu, 2 Februari 2022, menyampaikan terdapat tiga poin utama yang menjadi perhatian.
Ketiga poin tersebut adalah inovasi, market integrity, dan aturan yang jelas. Perlu adanya keseimbangan agar tidak merusak satu sama lain.
“Misal kita hanya fokus pada inovasi dan aturan yang sederhana serta jelas, maka kita akan merusak market integrity,” jelasnya.
Irmansyah mengungkapkan OJK terus bekerja sama dengan universitas dalam beberapa seminar sebagai pembicara.
Selain itu juga menyediakan Fintech Center dan ruang konsultasi harian terkait dengan inovasi digital.
Baca Juga: Hati-hati! Ini 5 Cara Agar Terhindar dari Trading Ilegal
Sebagai upaya meningkatkan pembangunan kapasitas sumber daya manusia di sektor keuangan kususnya di kalangan anak muda.
Pentingnya Mitigasi Risiko Dalam Literasi Keuangan Digital
Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono, dalam kesempatan yang sama berpendapat, bahwa inovasi dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan digital perlu seimbang dengan mitigasi risiko yang ada.
Pasalnya, digitalisasi sektor keuangan yang kian berkembang, menumbuhkan risiko-risiko baru yang perlu adanya mitigasi.
“Sebuah studi CGAP baru-baru ini pada tahun 2021 mengidentifikasi risiko baru yang paling menonjol seperti penyalahgunaan data dan penipuan, terutama konsumen layanan keuangan digital pemula dan rentan,” Terangnya.
Selain itu, risiko lain yang tetap perlu diwaspadai, seperti pelanggaran data, penipuan pertukaran SIM, pemasaran agresif.
Model praktik penagihan utang, penyelesaian sengketa yang tidak efektif, dan risiko alokasi kewajiban, menjadi semakin buruk.
“Penting untuk mencapai keseimbangan antara inovasi dalam mempromosikan inklusi keuangan digital dan menyadari, menilai, serta mengatur risiko-risiko yang bermunculan,” ujar Doni.
Kini dengan adanya Presidensi G20 Indonesia, digitalisasi sektor keuangan dapat menjadi media mempromosikan UMKM serta meningkatkan produktivitas dan mengimplementasikan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca juga: Sektor Pertanian Kian Moncer Di Pasar Saham