Jurnalistika
Loading...

Lafran Pane: Pemberi Nafas Nasionalisme dan Islamisme dalam Tubuh HMI

  • Jurnalistika

    26 Des 2024 | 10:25 WIB

    Bagikan:

image

Pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Lafran Pane.

jurnalistika.id – Nama Lafran Pane mungkin asing bagi masyarakat umum, namun tidak bagi kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Bahkan barangkali cukup populer juga bagi mahasiswa organisatoris, terlebih-lebih mereka penyelam sejarah organisasi mahasiswa di Indonesia.

Lafran Pane tidak bisa dilepaskan dari perjalanan organisasi mahasiswa di Indonesia. Sebab, keputusannya dalam mendirikan HMI dapat dikatakan pembuka jalan bagi organisasi lain untuk memunculkan eksistensinya.

Terutama ketika berbicara tentang perjalanan HMI, nama Lafran Pane tak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya organisasi paling ‘”usang” ini.

Baca juga: Mengenang Otto Iskandar Dinata: Pahlawan Nasional dan Nama Jalan di Tangsel

Sebagai pemrakarsa HMI pada 5 Februari 1947, Lafran Pane adalah simbol dari harmoni antara nasionalisme dan Islamisme dalam bingkai perjuangan mahasiswa Indonesia.

Dalam jejak hidupnya, Lafran membuktikan bahwa identitas keagamaan dan kecintaan terhadap tanah air dapat berjalan beriringan untuk membangun bangsa yang adil dan beradab.

Masa Kecil dan Pendidikan: Awal dari Perjalanan Intelektual

Lafran Pane lahir pada 5 Februari 1922 di Kampung Pangurabaan, Sipirok, sebuah desa di kaki Gunung Sibualbuali, Sumatera Utara. Anak bungsu dari enam bersaudara ini tumbuh di tengah keluarga yang kental dengan nilai-nilai keislaman dan intelektualisme.

Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane, adalah seorang pendidik dan salah satu pendiri Muhammadiyah di Sipirok. Kakeknya, Syekh Badurrahman Pane, merupakan seorang ulama terpandang. Dari sini, dasar-dasar keilmuan dan keislaman Lafran mulai terbentuk.

Lafran melanjutkan pendidikan di berbagai institusi, dari Pesantren Muhammadiyah Sipirok hingga Taman Dewasa Raya di Jakarta. Ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) dipindahkan ke Yogyakarta akibat situasi perang, Lafran turut serta dan menjadi salah satu mahasiswa aktif yang mengembangkan pemikiran keislamannya.

Baca juga: Sejarah Perang Badar: Perlawanan Islam Terhadap Penindasan

Dari sinilah, wawasannya mengenai Islam sebagai agama yang holistik semakin matang. Menariknya, Lafran adalah sosok yang suka mendengarkan pengetahuan dari berbagai sumber, meski pada akhirnya mampu dia saring untuk menyisakan mana yang menurutnya perlu.

Mendirikan Himpunan Mahasiswa Islam dan Gagasan Besar di Baliknya

Pada 5 Februari 1947, di tengah situasi sosial-politik yang penuh gejolak, Lafran bersama beberapa mahasiswa lainnya mendirikan HMI. Organisasi ini lahir dari keprihatinan Lafran atas dua hal: lemahnya posisi mahasiswa Muslim dalam percaturan intelektual nasional dan perlunya membangun semangat Islam yang relevan dengan perjuangan kemerdekaan.

Lafran Pane tidak ingin Islam dipandang semata-mata sebagai agama yang hanya berisi ritus-ritus tradisional. Baginya, Islam adalah sistem hidup yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan masyarakat.

HMI dibentuk sebagai wadah untuk memperkuat posisi Islam di kalangan mahasiswa sekaligus menjembatani hubungan antara Islam dan nilai-nilai kebangsaan.

Bagi Lafran, Islam bukan hanya agama, tetapi juga sebuah kebudayaan yang universal. Dalam salah satu tulisannya berjudul “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia” dalam Pedoman Lengkap Kongres Muslimin Indonesia 20-25 Desember 1949 di Yogyakarta, ia menjelaskan bahwa kebudayaan Islam harus mampu beradaptasi dengan masyarakat setempat tanpa kehilangan esensinya.

Pemikiran ini membawa pengaruh besar dalam cara HMI beroperasi di berbagai wilayah Indonesia, memperkuat posisi Islam di tengah keberagaman budaya Nusantara.

Lafran juga membagi umat Islam ke dalam empat golongan berdasarkan pemahaman mereka terhadap agama. Keempatnya antara lain awam, mistik, alim-ulama, dan terpelajar.

Golongan awam dan mistik, yang mendominasi masyarakat saat itu, dianggapnya belum memahami Islam secara mendalam. Sementara, golongan terpelajar, menurutnya, memiliki tanggung jawab besar untuk membawa pembaruan pemikiran keislaman yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Melalui HMI, Lafran berusaha memperkuat golongan terpelajar yang mampu memahami dan mengamalkan Islam secara kontekstual sesuai dengan kebutuhan zaman.

Berkat pemikiran dan gagasan yang ditanamkan Lafran Pane dalam tubuh HMI tersebut, HMI tetap eksis hingga kini, Walaupun para penggerak organisasi tak lagi menjaga nilai-nilai yang sudah dibentuk oleh Lafran.

Kontribusi Mencerdaskan Kehidupan Bangsa

Setelah lulus dari Akademi Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada 1953, Lafran Pane menjadi salah satu sarjana ilmu politik pertama di Indonesia. Namun, minatnya lebih condong pada dunia pendidikan.

Ia memilih meninggalkan karier di Kementerian Luar Negeri dan berkontribusi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Baginya, pendidikan adalah kunci untuk membangun generasi Muslim yang cerdas dan berdaya saing.

Lafran juga aktif menulis artikel yang menggugah pemikiran keislaman. Salah satu yang terkenal adalah “Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia”.

Baca juga: 3 Masjid Bersejarah di Tangsel, Ada yang Berdiri Sebelum Kemerdekaan Indonesia

Lewat tulisan ini, ia menegaskan pentingnya pembaruan pemikiran Islam untuk menghadapi tantangan modernitas. Ia mengkritik kebekuan pemikiran yang menjadikan Islam semata-mata sebagai agama ritual, tanpa melihat potensi besarnya dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Warisan Lafran Pane

Hingga akhir hayatnya pada 25 Januari 1991, Lafran Pane terus dikenang sebagai sosok visioner yang mendobrak batas-batas tradisi demi kemajuan umat Islam.

Pengaruhnya terhadap HMI dan dunia intelektual Muslim di Indonesia begitu besar sehingga pada Kongres XI HMI tahun 1974, ia secara resmi diakui sebagai pemrakarsa organisasi tersebut.

Lafran Pane adalah contoh nyata bagaimana Islam dan nasionalisme bisa bersinergi. Melalui HMI, ia menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat menjadi pendorong bagi pembangunan bangsa.

Di tengah tantangan zaman, pemikiran dan perjuangannya tetap relevan sebagai inspirasi bagi generasi muda untuk terus mengintegrasikan nilai keislaman dengan semangat kebangsaan.

HMI bukan hanya sekadar organisasi, tetapi juga warisan perjuangan Lafran Pane yang menginginkan Indonesia menjadi bangsa yang maju, beradab, dan berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman. Sebuah cita-cita yang terus hidup hingga hari ini.

Baca juga: Sejarah Pembentukan Provinsi Banten: Dari Aspirasi Hingga Realisasi

Berkat pemikiran-pemikiran serta kontribusinya terhadap bangsa, Lafran Pane pun ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 6 November 2017, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/TAHUN 2017.

Selain itu, perjalanan hidup serta perjuangannya dalam mendirikan HMI juga sudah diabadikan dalam karya sinematik berjudul Lafran. Film ini digarap oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan Reborn Initiatives.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

Hmi

Lafran Pane


Populer

Profil Patrick Dorgu, Rekrutan Pertama Ruben Amorim di Manchester United
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami