jurnalistika.id – Ibadah Qurban yang dilakukan umat Islam setiap tahun di hari Raya Idul Adha bermula dari pengorbanan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS terhadap putranya Nabi Ismail AS. Betapapun pengorbanan ini sangat berat karena harus menuruti perintah Allah SWT untuk menyembelih putra tercintanya.
Kisah heroik ini banyak terekam dalam catatan tinta emas sejarah, di antaranya kitab yang berjudul qishatul Anbiya karya Ibnu Katsir yang telah dialihbahasakan oleh Umar Mujtahid dengan Judul Kisah Para Nabi: Dari Adam hingga Isa.
Seperti yang telah kita ketahui, Nabi Ismail merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari seorang ibu bernama Hajar. Hajar ini sebelum menjadi istri Nabi Ibrahim merupakan seorang budak. Pernikahan dengan Hajar ini lantaran Nabi Ibrahim dengan istrinya Sarah tak kunjung mendapatkan keturunan.
Setelah sekian lama berdoa, akhirnya Allah mengabulkan permohonannya. Pernikahannya dengan Hajar, Nabi Ibrahim akhirnya memiliki seorang buah hati laki-laki yang diberi nama Ismail.
Kisah ini tertera dalam surat As-Saffat ayat 100-101: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.”
Kebahagiaan yang tak terkira atas karunia buah hati yang telah lama beliau nantikan menyebabkan rasa sayangnya yang teramat besar kepada Ismail kecil. Semakin hari kebersamaan bersama ayah dan ibundanya menyebabkan Ismail tumbuh menjadi pribadi yang shaleh. Demikian halnya dengan usianya semakin hari semakin bertambah.
Bermimpi Diperintah Menyembelih Ismail
Saat Nabi Ibrahim berada dalam puncak kebahagiaan dalam mengarungi bahtera rumah tangganya itu, ujian Allah datang. Lewat mimpi, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail.
Saat itu, Ismail sudah mampu membantu ayahnya dalam setiap pekerjaan-pekerjaannya. Ia sudah tumbuh menjadi anak yang bisa bertanggung jawab.
Menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Tafsir Al-Munir, Ismail kala itu berusia tiga belas tahun. Ada pula yang berpendapat Ismail telah berumur tujuh tahun.
Kisah perintah mengorbankan Ismail tertera dalam Al-Quran, Surat As-Saffat ayat 102 yang artinya: “Ibrahim berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Mendengar permintaan ayahandanya itu, tanpa ragu sedikitpun Ismail meminta ayahnya untuk mengerjakan perintah Allah. Ia tak takut sedikitpun atas perintah Allah itu.
“Ia menjawab: Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Atas tekad putranya itu, akhirnya Nabi Ibrahim ikhlas melaksanakan perintah Allah SWT. Ia pun segera mempersiapkan diri untuk menyembelih Ismail. Nabi Ibrahim kemudian menajamkan pedangnya, lalu membaringkan Ismail.
Ketika hendak menyembelih Ismail, datanglah setan dan membisikkan kepada keduanya agar tidak menuruti perintah Allah SWT itu. Namun iman yang kuat telah menancap pada hati keduanya, sehingga bisikan-bisikan sesat setan itu tidak mampu menggoyahkan tekadnya yang sudah bulat.
Justru Nabi Ibrahim marah besar kepada setan yang ingin menyesatkan dirinya dan putranya itu. Beliau lantas mengambil batu kemudian melemparkannya kepada setan sembari berteriak “Bismillahi Allahu Akbar”.
Peristiwa ini sampai saat ini diabadikan oleh umat Islam dengan istilah ‘lempar jumrah’, di mana kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian saat melakukan ibadah Haji dan Umrah.
Setelah Nabi Ibrahim berhasil mengusir setan, mereka berdua menuju sebuah tanah lapang dengan pedang yang sudah diasah dengan sangat tajam agar Nabi Ismail tidak merasa kesakitan saat disembelih.
Diganti dengan Qurban Hewan yang Besar dan Gemuk
Pedang Nabi Ibrahim sangat tajam, sampai-sampai bisa membelah batu yang sangat keras. Nabi Ibrahim kemudian membaringkan Ismail, lalu mengarahkan mata pedangnya ke leher Ismail. Anehnya pedang yang sangat tajam ini tidak mampu sedikitpun melukai leher Nabi Ismail.
Nabi Ismail menyarankan ayahnya agar mengulangi lagi penyembelihan ini dengan cara menutup mata. Namun, tetap saja tidak mampu melukai leher Ismail.
Kemudian, terdengar seruan Allah SWT sebagaimana tertera dalam Surat As-Saffat ayat 104-109. “Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim di kalangan orang-orang yang datang kemudian. Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.”
Allah mengganti Ismail dengan seekor kambing untuk Qurban
Menurut Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim, kambing yang digunakan sebagai ganti dari penyembelihan tersebut merupakan sembelihan yang besar (dzibhul azhim). Ada yang mengatakan bahwa sembelihan yang diberikan kepada Nabi Ibrahim ini merupakan hewan kurban kambing Habil, putra Nabi Adam AS yang yang diangkat ke langit dan digembalakan di surga untuk waktu yang sangat lama.
Peristiwa ini menjadi teladan bagi umat Islam di dunia dan menjadi cikal bakal perintah ibadah Qurban yang diperingati pada Hari Raya Iduladha setiap tahunnya.