Jurnalistika.id – Kasus korupsi PT Indosat Mega Media (IM2) terus berlanjut. Denda Rp 1,35 triliun ditetapkan sebagai uang pengganti kerugian negara oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap anak usaha PT Indosat Tbk (ISAT) tersebut.
Eksekusi uang pengganti ini bagian dari putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap. Bahkan sudah ada tersangka yang dipidanakan dan sudah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK). Dan hasilnya ditolak.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 787K/PID.SUS/2014 tanggal 10 Juli 2014. IM2 telah menandatangani berita acara serah terima asset di hadapan Kejagung pada 5 Agustus 2021 dan pada tanggal 16 November 2021.
“Kejagung telah memulai proses eksekusi dengan memasang tanda sita pada aset substantif IM2 berupa tanah, bangunan dan mobil IM2, terkait pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung 2014,” kata Corporate Secretary Indosat, Billy Nikolas Simanjuntak, dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (22/11/2021).
Billy menambahkan, mengingat kondisi keuangan IM2, maka IM2 akan ditempatkan pada posisi yang kemungkinan harus diambil alih.
“Dalam hal demikian, likuidasi akan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tata kelola IM2 dan perseroan,” imbuhnya.
Meski demikian, Billy menegaskan, tidak ada dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, maupun kelangsungan usaha perseroan.
Melansir CNBCIndonesia, kasus korupsi Indosat Mega Media (IM2) adalah kasus korupsi jaringan pita frekuensi 3G yang melibatkan anak usaha Indosat, IM2. Perusahaan ini sahamnya dimiliki 99,85% oleh Indosat.
Korupsi tersebut terkait kerjasama penyelenggaraan internet di frekuensi 2.1 giga hertz (Ghz) antara PT Indosat dan IM2. Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2, tertuduh sebagai tersangka utama kasus ini.
Kasus ini bermula dari laporan konsumen telekomunikasi Indonesia yang menyatakan bahwa IM2 telah menyalahgunakan pita frekuensi 2.1 Ghz padahal operator tersebut tidak berhak beroperasi di jaringan tersebut.
Selain itu, IM2 tidak membayar pajak kepada negara terkait pemakaian frekuensi. Akibatnya, kasus ini menyebabkan kerugian negara Rp 1,35 triliun.
Sebelumnya, Kejagung sudah menyatakan bakal mengeksekusi uang pengganti Rp 1,3 triliun dari perkara tindak pidana korupsi Indosat dan IM2.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, selama ini, ada dua hal yang menyulitkan Kejagung untuk melakukan eksekusi. Pertama, ada gugatan tata usaha negara (TUN) di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
Kedua, putusan Peninjauan Kembali (PK) terkait perkara korupsi penyalahgunaan jaringan frekuensi radio 2,1 GHz oleh PT IM2 dan PT Indosat.
“Saat ini gugatan TUN tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan selanjutnya tinggal pelaksanaan eksekusi uang pengganti sedang diproses oleh tim jaksa eksekutor,” kata Leonard dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Baca Juga: