Jurnalistika
Loading...

Beli Pembalut Pun Wanita Dikenakan PPN 12 Persen, Mewahnya di Mana?

  • Jurnalistika

    24 Des 2024 | 11:05 WIB

    Bagikan:

image

Ragam merek pembalut yang merupakan kebutuhan dasar wanita saat mengalami menstruasi. Ilustrasi. (Pixabay/Freeimage_1605)

jurnalistika.id – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 memicu perhatian luas. Sebab kebijakan ini sangat kontradiksi dengan pernyataan pemerintah yang menyebut hanya berdampak pada barang mewah.

Padahal beberapa produk kebutuhan sehari-hari masyarakat juga bisa dikenakan PPN 12 persen. Bahkan terhadap kebutuhan biologis perempuan.

Produk saniter menstruasi seperti pembalut, tampon, dan menstrual cup masuk dalam kategori barang kena pajak, sehingga perempuan akan semakin terbebani oleh kenaikan tarif ini.

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Vinna Dien Asmady Putri, pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), disebutkan bahwa pajak atas pembalut dikenal dengan istilah tampon tax atau period tax.

Baca juga: Disebut Jadi ‘Dalang’ Kenaikan PPN 12%, PDIP Beberkan Asal Muasalnya

Pajak ini, menurutnya, adalah beban yang hanya ditanggung oleh perempuan karena kebutuhan tersebut merupakan bagian dari kodrat biologis mereka.

“Beberapa negara telah menurunkan bahkan membebaskan pembalut dari pengenaan pajak misalnya India, Kenya, Kanada, Jamaika, Malaysia, Amerika Serikat, Jerman, dan beberapa negara lainnya. Lalu adakah negara, selain Indonesia, yang juga mengenakan pajak pada pembalut? Kroasia adalah salah satunya,” tulis Vinna dalam artikelnya.

Berbagai negara di dunia mulai menyadari dampak sosial dari pajak atas produk saniter menstruasi dan telah menghapus atau menurunkan tarifnya.

  • Kanada: Tidak mengenakan pajak terhadap semua produk saniter menstruasi, termasuk pembalut, tampon, dan menstrual cup.
  • Irlandia: Menerapkan tarif 0 persen untuk pembalut dan tampon, meskipun menstrual cup tetap dikenai pajak 23 persen.
  • Australia dan Korea Selatan: Membebaskan pajak atas semua produk saniter menstruasi.
  • Malaysia dan India: Membebaskan pajak hanya untuk pembalut dan tampon.

Sebaliknya, beberapa negara tetap memberlakukan pajak tinggi untuk produk ini. Kroasia, misalnya, mengenakan tarif PPN sebesar 25 persen pada pembalut, meskipun ada usulan penurunan tarif menjadi 5 persen yang ditolak parlemen pada 2021.

Penolakan tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa penurunan tarif pajak tidak akan berdampak langsung pada penurunan harga produk di pasaran.

Tarif Khusus di Beberapa Negara

Negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan Vietnam telah menerapkan tarif PPN yang lebih rendah untuk produk saniter menstruasi.

Prancis, misalnya, menurunkan tarif PPN dari 19,6 persen menjadi 5,5 persen. Sementara itu, Jerman dan Vietnam menetapkan tarif sebesar 5 persen untuk produk-produk ini.

Namun, kebijakan tersebut tidak seragam di semua negara. Italia, misalnya, hanya memberikan tarif PPN sebesar 5 persen untuk produk saniter menstruasi yang bisa digunakan kembali seperti pembalut kain dan menstrual cup.

Berbeda dengan di Indonesia, produk saniter menstruasi masih dianggap sebagai objek pajak tanpa perlakuan khusus. Kenaikan PPN menjadi 12 persen memperbesar beban ekonomi yang harus ditanggung perempuan setiap bulan.

Baca juga: 5 Alasan Kenapa PPN 12 Persen Perlu Ditolak

Padahal, produk ini bukan barang mewah, melainkan kebutuhan dasar yang esensial bagi setiap perempuan.

Rohmatika Arfiyana, pegawai DJP yang juga mengutip laman periodtax.org, menyoroti bahwa ada setidaknya 19 negara yang memberikan tarif khusus untuk produk saniter menstruasi, termasuk tarif rendah atau bahkan pembebasan pajak sepenuhnya. Namun, Indonesia belum termasuk dalam daftar tersebut.

“Meskipun masih tergolong ke dalam objek pajak, terdapat beberapa negara yang memberikan fasilitas berupa pembebasan pajak atas produk saniter menstruasi,” tulis Rohmatika.

Mewahnya di Mana?

Kritik atas pengenaan PPN terhadap pembalut semakin gencar karena barang ini jelas bukan barang mewah. Pembalut adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa dihindari oleh perempuan.

Dengan kenaikan tarif pajak, perempuan berpenghasilan rendah menjadi kelompok yang paling rentan terdampak.

Di tengah upaya banyak negara untuk menghapus atau menurunkan pajak pada produk saniter menstruasi, keputusan pemerintah Indonesia menaikkan PPN justru menimbulkan pertanyaan: mewahnya di mana?

Kebijakan ini perlu ditinjau ulang agar lebih adil dan mempertimbangkan aspek sosial. Produk saniter menstruasi bukanlah barang opsional, melainkan kebutuhan biologis yang harus diakses oleh semua perempuan tanpa beban pajak yang memberatkan.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini

PPN 12 persen

PPN 2025

ppn naik


Populer

Profil Patrick Dorgu, Rekrutan Pertama Ruben Amorim di Manchester United
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami