jurnalistika.id – Pemerintah resmi menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan ini disebut-sebut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan berbagai reaksi, terutama karena dampaknya yang cukup luas terhadap kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Apa saja kebutuhan yang terdampak, dan bagaimana pengaruhnya terhadap dompet kita? Berikut ulasannya.
Barang dan Jasa yang Terdampak PPN 12 Persen
PPN 12 persen akan berlaku untuk hampir semua barang dan jasa kena pajak, kecuali yang secara eksplisit dikecualikan oleh pemerintah. Berikut daftar kebutuhan sehari-hari yang terdampak:
- Bahan Pangan Premium
- Buah-buahan premium
- Daging premium
- Ikan mahal seperti salmon atau king crab
- Beras premium
- Produk Rumah Tangga
- Deterjen
- Sabun mandi
- Pasta gigi
- Elektronik dan Hiburan Digital
- Televisi, handphone, dan perangkat elektronik lainnya
- Langganan platform streaming seperti Netflix dan Spotify
- Pendidikan dan Kesehatan Premium
- Sekolah internasional
- Rumah sakit internasional
- Transportasi
- Mobil pribadi dan suku cadang kendaraan bermotor
Simulasi Dampak PPN 12 Persen
Untuk memahami dampak kenaikan PPN ini, mari kita coba beberapa simulasi:
- Deterjen: Jika harga deterjen sebelumnya Rp50.000 dengan PPN 11 persen (Rp55.500 total), maka dengan PPN 12 persen, harganya menjadi Rp56.000.
- Langganan Netflix: Paket bulanan seharga Rp150.000 sebelumnya dikenakan PPN 11 persen (Rp166.500 total). Dengan tarif baru, harganya naik menjadi Rp168.000.
- Bahan pangan premium: Misalnya, harga salmon Rp300.000 per kilogram. Dengan PPN 11 persen, totalnya Rp333.000. Setelah kenaikan PPN, totalnya menjadi Rp336.000.
Baca juga: Simulasi Beli Baju Lebaran Kena PPN 12 Persen
Selisih harga ini terlihat kecil jika hanya satu barang, tetapi jika dikalikan dengan jumlah kebutuhan dalam sebulan, dampaknya akan terasa signifikan.
Barang yang Masih Dikecualikan
Meski kenaikan PPN bersifat luas, beberapa barang dan jasa tetap dikecualikan, seperti:
- Bahan pangan pokok (sembako)
- Layanan pendidikan dan kesehatan non-premium
- Transportasi umum
Namun, barang dan jasa premium dalam kategori ini tetap akan dikenakan tarif PPN 12 persen. Hal ini memicu pertanyaan, apakah kebijakan ini benar-benar pro-rakyat?
Reaksi dan Kritik
Banyak ekonom mempertanyakan kebijakan ini karena dampaknya yang cukup luas. Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), penerapan PPN untuk kebutuhan sehari-hari seperti deterjen dan sabun mandi menunjukkan kebijakan ini kurang berpihak pada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.
“Bahkan deterjen dan sabun mandi apa dikategorikan juga sebagai barang orang mampu? Narasi pemerintah semakin kontradiksi dengan keberpihakan pajak,” kata Bhima dikutip dari siaran pers, Selasa (17/12/2024) dikutip CNBC Indonesia.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut PPN 12% Lebih Rendah dari Negara Lain, Ini Daftar PPN di Asia
Kenaikan PPN menjadi 12 persen memang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, dampaknya cukup luas pada kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Mulai dari bahan pangan premium hingga produk rumah tangga biasa, semua terdampak. Sebagai masyarakat, kita perlu lebih cermat dalam mengelola anggaran dan memprioritaskan kebutuhan utama.
Apakah masyarakat sudah siap menghadapi kenaikan ini? Atau merasa kebijakan ini perlu ditinjau ulang agar lebih adil bagi masyarakat?
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini