Jurnalistika.id -Belum stabilnya perekonomian di Indonesia bahkan di beberapa daerah karna pengaruh dampak masih pandemi virus COVID-19, Faisal menilai kebijakan Luhut terkait larangan ekspor bijih nikel lebih banyak merugikan negara daripada mendatangkan manfaat.
Bahkan, dalam hitungan Faisal, kebijakan tersebut telah membuat negara rugi puluhan triliun. “Ini sudah keterlaluan dan sudah skandal nasional dan sudah seharusnya Luhut Pandjaitan dipecat,” katanya dalam video conference, Sabtu (5/9/20), sumber IKIZONE.COM.
Sampai Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengusulkan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memecat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Dia menguraikan, kerugian negara puluhan triliun rupiah tersebut disumbang oleh hilangnya pendapatan negara dari ekspor bijih nikel.
Indonesia dan beberapa daerah masih mengalami penurunan pendapatan daerah, dari pemerintah Indonesia harus bisa memberikan solusi bukan memberikan kebijakan yang tidak tepat, Agar pendapatan tiap daerah tetap bisa ada peningkatan walaupun tidak stabil seperti biasanya.
Lebih jauh Faisal menyebut Luhut menjual bijih nikel tersebut kepada investor China yang membeli dengan harga di bawah standar internasional.
“Negara tidak menerima pajak ekspor karena ekspor dilarang. Kemudian, datanglah belasan pengusaha China karena bisa beli bijih nikel dengan harga separuh atau lebih murah dari harga internasional,” ujarnya.
Kerugian lainnya yang diderita oleh negara, tambahnya, adalah dimasukkannya para pekerja asing asal negeri Tirai Bambu itu di perusahaan pengolahan bijih nikel yang sedang dikembangkan.
Lebih lagi, sambung Faisal, para pekerja asing itu masuk dengan menggunakan visa turis, alih-alih menggunakan visa pekerja. Akibatnya, pendapatan negara dari pajak penghasilan pekerja tersebut ikut hilang.
“Kemudian dapat tax holiday 25 tahun walaupun syaratnya belum terpenuhi dan bisa bawa pekerja bukan visa pekerja tapi visa turis, sehingga negara kehilangan pendapatan lagi dari berbagai pungutan baik pajak maupun US$100 per orang itu. PPN juga tak dapat,” ucapnya.