jurnalistika.id – Pedagang yang tergabung dalam ‘Thrifting Melawan’ mengkritik alasan pemerintah yang melarang pakaian bekas impor atau thrifting. Thrifting Melawan menganggap pernyataan yang menjadi alasan untuk melarang thrifting dari pemerintah tidak berdasar.
“Pemerintah melalui pernyataan itu seakan hanya mencari kambing hitam dan menutupi kelalaian dan ketidak-beresan pekerjaan lainnya,” kata perwakilan Thrifting Melawan, Posma Pangaribuan, dalam keterangan tertulis, Minggu (26/3/2023).
Salah satunya alasan bahwa thrifting mengganggu usaha UMKM tekstil dalam negeri. Posma menyebut, menyetop bisnis thrifting di Indonesia tak menjamin UKM lokal bakal terus tumbuh dan berkembang.
Alih-alih menyetop dan melarang impor thrifting, kata dia, pemerintah seharusnya mengintervensi agar UMKM lokal bertumbuh. Misalnya dengan mempermudah pemberian modal ketimbang melarang thrifting.
“Kita jadi sanksi dan bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang sedang dilindungi oleh pemerintah dan atas kepentingan siapa kebijakan ini kembali dilontarkan?,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan melarang bisnis jual beli pakaian bekas sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo. Larangan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Selain karena alasan bakal mematikan UKM tekstil lokal, pemerintah juga beralasan pakaian bekas impor menimbulkan penyakit, jamur, dan lainnya. Selain itu, Indonesia bukanlah tempat sampah pakaian bekas negara lain.
Alasan tersebut, kata Posma. juga keliru dan sangat dangkal. Menurutnya, semua pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia adalah pakaian layak pakai dan masih dengan kualitas bagus.
“Karena itu kemudian, anak muda belakangan sangat menggemari atau mengejar pakaian bekas impor,” ujarnya.
Sejumlah Negara Melegalkan Bisnis Thrifting
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa Indonesia bukan satu-satunya negara yang menerima pakaian bekas dari negara lain. Negara lain pun, kata dia, malah ternyata melegalkan bisnis ini dan kemudian pedagangnya menjadi eksportir juga importir.
“Negara tetangga seperti Malaysia misalnya. Salah satu importir sekaligus eksportir mengaku memasukkan barang dari Korea Selatan dan Jepang ke negara Malaysia untuk kemudian di impor lagi ke berbagai negara di Asia Tenggara seperti ke Thailand, Vietnam dan lainnya,” paparnya.
Sebab itu, dia meminta agar pemerintah mencari solusi terbaik alih-alih melarang bisnis thrifting. Menghentikan paksa seperti yang dilakukan hari ini, katanya, hanya akan menambah masalah ekonomi masyarakat.
Mengingat banyak negara lain bahkan yang sudah melegalkan bisnis ini, melegalkan masuknya pakaian bekas impor, katanya, merupakan pilihan yang mungkin untuk diambil oleh pemerintah.
“Melegalkan pakaian bekas impor untuk masuk ke Indonesia juga akan menguntungkan negara dengan pendapatan pajak dan lainnya,” tutupnya.
Baca berita dan ikuti jurnalistika di Google News, klik di Sini.
(fsy/red)