Jurnalistika.id – Perginya sastrawan indonesia, Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka bagi pengemarnya. Sajak yang indah telah lahir dari tangan penyair kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 tersebut.
Karya Sapardi Djoko Damono begitu indah dan banyak yang menjadi populer. Semasa hidupnya, Sapardi menjalani hari-hari dengan sederhana.
Seperti satu larik pusinya. “Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana”. Namun, merelakan kepergiannya tidak sesederhana seperti puisinya.
Berikut Ciri Khas Pribadi Sapardi Djoko Damono
1. Topi Pet
Beliau adalah sastrawan dengan ciri khas mengenakan topi pet, ia mengaku sudah puluhan tahun mengenakan topi pet itu.
“Sudah puluhan tahun saya memakai topi jenis ini,” kata Sapardi di ruang kerja Gedung Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta, Kamis (29/10/2015), 2 November 2015.
Sapardi bercerita, pada awal 1990-an, dia mengalami sakit kepala luar biasa. Pengalaman itu membuatnya terbiasa mengenakan topi.
“Saya senang olahraga. Olahraga yang paling mungkin bagi saya adalah jalan kaki. Jalan kaki yang paling aman adalah di pusat belanja. Topi saya pakai untuk melindungi kepala dari pendingin ruangan di pusat belanja,” kata pria kelahiran 20 Maret 1940 itu.
2. Pemahaman yang Unik Pada Sekitarnya
Sapardi Djoko Danomo mempunyai pemahaman yang unik pada sekitarnya, ia menjadikan benda-benda di sekitarnya menjadi inspirasi untuk dibuat sebagai puisi. puisinya seperti memiliki dunianya sendiri.
Baca juga: Hari Puisi Nasional, Puisi Tidak Akan Pernah Mati
Dikutip dari Harian Kompas, 17 Februari 2008, ia mengungkapkan, bahwa memandang sesuatu seperti cara pandang anak kecil. Dengan cara ini, benda-benda biasa sehari-hari tampak menjadi aneh dan berbeda.
3. Penulisan Puisi
Tercipta karya-karya yang demikian indahnya, ia menjelaskan bahwa karyanya tersebut tercipta dengan pemikiran yang matang dan dengan cepat ia tuangkan dalam tulisan.
Misalnya, sajak “Aku Ingin”, yang ia ciptakan pada suatu sore tahun 1989. Kala itu, Sapardi tiba-tiba merasa ada sesuatu yang sudah masak di kepalanya dan butuh dituangkan segera.
Dia pun menulis tangan ungkapan-ungkapan itu. Prosesnya cepat sekali. Bahkan, dia sendiri kaget. Hingga berkeringat dan gemetaran waktu menulisnya.
“Setelah selesai, saya merasa menemukan imaji yang sulit sekali didapatkan. Saya sadar, mungkin saja sajak ini akan jadi terkenal,” kata Sapardi.
Baca berita dan ikuti jurnalistika di Google News, klik di Sini.