jurnalistika.id – Baru-baru ini media sosial tengah diramaikan dengan kabar soal anak perempuan di bawah umur dijadikan tersangka oleh Polres Padang Sidimpuan, Sumatera Utara. Padahal, anak perempuan tersebut diduga merupakan korban pelecahan seksual oleh seorang pria anak petinggi Kadin di daerah tersebut.
Hal itu terungkap dari video seorang sosok ayah bersama anak perempuannya yang meminta bantuan keadilan terhadap Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo terkait kasus yang sedang dialami putrinya.
“Saya memohon bantuan kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Bapak Kapolri Listyo Sigit. Mohon diperhatikan keadilan hukum bagi anak saya, Pak,” kata sosok ayah yang mengaku bernama Tupal Sabar Pardede tersebut, dikutip dari akun Tiktok @kaknovi, Selasa (12/11/2024).
Baca juga: Kronologi Kecelakaan Beruntun di Tol Cipularang, Truk Diduga Jadi Biang Kerok
Tupal menjelaskan dirinya adalah warga Kampung Salak, Padang Sidempuan. Ia menyebut anak perempuannya yang masih di bawah umur disomasi usai menerima video porno dari kekasihnya.
“Dia (anak saya) menerima video porno dari anak seorang Kadin Padang Sidempuan sehingga anak saya dibuat jadi tersangka,” ungkapnya.
“Dia korban pak, umurnya masih 14 tahun menerima video porno. Namun, di Polres Padang Sidimpuan, ia dibuat jadi tersangka,” sambungnya.
Menurutnya, ia memiliki barang bukti yang menunjukkan bahwa putrinya tidak bersalah. Namun, saat ditunjukkan justru ditolak oleh Polres Padang Sidimpuan.
Kronologi Pelaku Kirim Video Tak Senonoh ke Korban
Sebelumnya diberitakan, awal mula kasus ini dimulai ketika seorang pria bernisial MRST, warga Kelurahan Bincar, Kota Padang Sidimpuan mengirim 3 file video onaninya melalui WhatsApp (WA) kepada korban yang merupakan anak di bawah umur.
Dilansir dari metrokampung, MRST dan korban menjalin hubungan pacaran pada April 2024 lalu. Namun, tak lama setelah berpacaran, MRST diduga berani mengajak korban melakukan video call sex (VCS).
Korban menolak permintaan itu. Lantaran nafsu MRST sudah sangat memuncak, ia pun kembali mencoba menggoda korban demi melampiaskan hasratnya.
MRST lantas mengirimkan tiga file video onaninya kepada korban melalui WA pada 13 April 2024. Namun, dia menggunakan fitur sekalil lihat, diduga untuk menghapus jejak jika sewaktu-waktu dijadikan sebagai bukti.
Korban sempat membuka dua file dari video itu yang membuatnnya terkejut. Merasa dilecehkan ia lantas memanggil temannya lalu menceritakan kejadian yang dialaminya.
Sinkat cerita, kasus ini pun sampai dibawa ke pihak berwajib. Namun, bukannya mendapatkan keadilan, korban justru diminta meminta maaf kepada pihak MRST.
Pihak MRST berdalih bahwa korban sudah menyebarkan video onaninya. Namun, korban menolak meminta maaf, karena merasa ada gelagat memutar balikan fakta.
Lantaran sikap ini, korban malah disomasi oleh pihak MRST terkait persoalan video onani. Bahkan dalam somasi, disebutkan bahwa korban melakukan pemerasan dengan modal video tak senonoh tersebut.
Merasa tidak ada iktikat baik dari pihak MRST, orang tua korban pun melaporkan perbuatannya atas tuduhan perbuatan asusila atau kejahatan pornografi. Laporan resmi dilayangkan ke Polres Padang Sidempuan pada Jumat 24 Mei 2024 lalu.
MRST Jadi Tersangka Tapi Tak Ditahan dan Balik Melapor
Pada tanggal 2 Juli 2024, pihak korban telah menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari polisi. Kemudian, mereka juga menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari polisi pada tanggal 15 Juli 2024.
“Kami dapat informasi, MRST sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun dia tidak bisa ditahan. Kami nggak tau apa alasan polisi tidak menahan dia,” kata keluarga Korban.
Justru menurut keluarga korban, pihak MRST melaporkan balik dengan tuduhan kejahatan pornografi pada 18 Juli. Alasannya, korban pernah mengirim fotonya berpakaian seksi kepada MRST melalui WA.
“Padahal foto itu dikirim sendiri oleh pelaku dari WA korban ke HP-nya saat mereka bertemu,” tutur keluarga korban.
Mengirim Video Seksual Bisa Dijerat Pasal Berlapis
Perbuatan mengirim video atau gambar seksual, terutama kepada seorang anak di bawah umur (di Indonesia dianggap siapa pun di bawah 18 tahun), bisa diklasifikasikan sebagai tindak pidana yang melanggar beberapa undang-undang di Indonesia.
Berikut adalah rincian beberapa pasal yang relevan:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (sebagaimana telah diubah dalam UU No. 35 Tahun 2014 dan UU No. 17 Tahun 2016)
- Dalam undang-undang ini, anak di bawah umur sangat dilindungi dari segala bentuk tindakan yang membahayakan kesehatan fisik dan mentalnya, termasuk dari tindakan kekerasan dan eksploitasi seksual.
- Pasal 76E menjelaskan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau memperbolehkan dilakukannya perbuatan cabul.”
- Pasal 82 menetapkan bahwa perbuatan cabul terhadap anak, baik secara fisik maupun non-fisik, merupakan pelanggaran hukum dan diancam dengan pidana penjara yang cukup berat.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
- Undang-undang ini melarang penyebaran materi pornografi dalam bentuk apapun kepada publik, termasuk secara langsung kepada individu.
- Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat ketelanjangan atau aktivitas seksual.”
- Khususnya dalam kasus ini, Pasal 6 menegaskan bahwa “Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan atau aktivitas seksual secara eksplisit yang mengandung eksploitasi seksual anak.”
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- KUHP juga mengatur mengenai tindakan cabul yang melibatkan anak di bawah umur.
- Pasal 292 menyatakan bahwa perbuatan cabul dengan anak di bawah umur dapat dipidana sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
4. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 19 Tahun 2016
- Perbuatan menyebarkan atau mengirim konten tidak senonoh kepada orang lain melalui media elektronik juga melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE. Pasal ini menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
- Pelanggaran atas pasal ini dapat berujung pada ancaman pidana yang signifikan.
Dapat dilihat, mengirim video bermuatan pornografi, apalagi jika melibatkan aktivitas seksual, kepada anak di bawah umur merupakan perbuatan yang melanggar hukum.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini