jurnalistika.id – Pelaku pemerkosaan anak berinisial FI (15) divonis 2 tahun penjara dan 5 bulan pelatihan kerja oleh Majelis Hakim Anak pada Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kamis (7/4/2022).
Selain itu, Hakim juga menetapkan agar FI segera ditahan dan harus membayar denda restitusi sebanyak Rp. 126,262.000 subsider 5 bulan kurungan.
Meski vonis telah dibacakan, pengungkapan kasus ini tidak mudah. Ada perjalanan panjang sebelum FI divonis bersalah oleh Majelis Hakim.
Pemerkosaan Anak di Tangsel
Diberitakan jurnalistika.id sebelumnya, seorang ibu bernama Siti (bukan nama sebenarnya) memergoki FI keluar dari kamar mandi di mana anaknya, (6) sedang mandi. Peristiwa itu terjadi pada Minggu, 17 Mei 2021, di Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Setelah itu, Siti meminta bocah 6 tahun itu mengatakan apa yang sudah dilakukan FI terhadapnya. Bocah itu lalu mengungkapkan bahwa FI telah melakukan perbuatan cabul. Bukan hanya sekali, kepada ibunya, bocah itu mengaku FI telah melakukannya beberapa kali di berbagai tempat disertai ancaman.
Korban “Sempat” Didampingi P2TP2A Tangsel
Dalam perjalanannya, penanganan kasus ini di tingkat penyelidikan sampai dengan penyidikan berjalan sejak tanggal 24 Mei 2021. Korban pernah didampingi oleh P2TP2A Tangsel. Akan tetapi, pendampingan yang mereka lakukan tidak mendapat respon positif dari Kepolisian. Hingga akhirnya P2TP2A Tangsel pun tidak memberikan pelayanan lanjutan kepada korban.
Di sini terlihat, penegakan hukum dan perlindungan terhadap anak korban pemerkosaan yang seharusnya mendapat pelayanan untuk memulihkan psikologis dan menghapus memori kelamnya di kota Tangsel sebagai kota yang mendapat predikat Layak Anak sangat lemah.
IM & Partners Menjadi Kuasa Hukum Korban
Beberapa bulan berlalu, keluarga korban tidak melihat perkembangan yang berarti.
Akhirnya, pada tanggal 5 Oktober 2021, ibu dari korban menghubungi Law Office Ibrahim Musawa & Partners (IM & Partners) yang kemudian menjadi Kuasa Hukumnya.
Pengacara korban, Ibrahim Rizky Musawa mengatakan, pihaknya mengirimkan surat permohonan SP2HP pada tanggal 7 Oktober 2021, dan baru mendapat balasan beberapa hari kemudian, di mana SP2HP itu tertanggal 9, 15, 25 september 2021.
Hal itu, kata Ibrahim, Penyidik tidak menjalankan PERKAP Nomor 14 Tahun 2011 di mana “Penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap satu bulan”.
“Korban melakukan pelaporan pada bulan Mei, penyidik baru membuat SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN pada 8 September 2021. Progres yang sangat lambat dalam perkara yang melibatkan korbannya adalah anak,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (7/4/22).
Selain itu, Ibrahim juga mengungkapkan, bahwa ketika perkara ini dilimpahkan dari kepolisian ke kejaksaan, pihaknya baru mengetahui setelah beberapa hari kemudian. Itu pun, kata dia, setelah menghubungi penyidik kejaksaan.
“Tim pengacara sama sekali tidak mendapatkan info dari pihak kepolisian terkait pelimpahan perkara ke Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan,” tambahnya.
Ibrahim melanjutkan, pada tanggal 4 februari 2022 tim pengacara mengirimkan surat permohonan restitusi kepada LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (LPSK) yang kemudian mendampingi korban dalam persidangan.
“Walau pada saat itu, Hakim yang memimpin persidangan sempat memerintahkan tim dari LPSK untuk keluar dari persidangan. Namun pada akhirnya Hakim memperbolehkan tim dari LPSK tetap berada di dalam ruang sidang,” papar Ibrahim.
Vonis Hakim
Majelis Hakim anak pada Pengadilan Negeri Tangerang akhirnya membacakan vonis terhadap FI pada Kamis (07/4/2022).
FI divonis dengan hukuman penjara 2 tahun, dan lima bulan pelatihan kerja. Serta membayar denda Rp. 126,262.000 subsider lima bulan kurungan.
FI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan ancaman kekerasan terhadap anak untuk perbuatan cabul secara berlanjut”.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Anak, Ferdinand Marcus itu juga menetapkan FI agar segera ditahan.
Apresiasi untuk LPSK
Ibrahim Rizky Musawa, Pengacara Korban dari Law Office IM & Partner menilai, vonis hakim kepada pelaku cukup adil. Dia berharap hal tersebut dapat memberikan efek jera dan pembinaan, sehingga pelaku yang masih di bawah umur itu bisa kembali ke masyarakat.
Ibrahim juga mengapresiasi LPSK yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik untuk tetap mengawal perkara ini secara profesional sampai akhir.
Sementara itu, dari perjalanan panjang mengungkap kasus pemerkosaan anak di atas, Ibrahim mendesak Penegak Hukum memahami rule of the law dalam menangani perkara yang korbannya adalah seorang anak di bawah umur.
Menurut Ibrahim, kedisiplinan para penegak hukum di kota Tangerang Selatan perlu direformasi total.
“Semoga ke depannya para penegak hukum khususnya Kepolisian Tangerang Selatan bisa lebih profesional lagi dalam menangani perkara yang berhubungan dengan perempuan dan anak,” pungkasnya. (Fs)
*Hingga berita ini dipublikasikan, jurnalistika.id tengah menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapat informasi tambahan.