jurnalistika.id – Qatar mengumumkan kesepakatan gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri lebih dari 15 bulan serangan mematikan Israel di Jalur Gaza, pada Rabu (16/1/025). Keputusan besar sekaligus kabar gembira dalam upaya perdamaian kedua belah pihak.
Konflik Gaza dan Israel telah menewaskan hampir 46.800 orang, mayoritas wanita dan anak-anak. Lalu melukai lebih dari 110.000 orang sejak 7 Oktober 2023.
Kesepakatan yang dirancang melalui mediasi panjang ini akan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama dijadwalkan dimulai pada Minggu (19/1/2025).
Baca juga: Pelantikan Trump Bisa Jadi Pendorong Harga Bitcoin ke Titik Tertinggi Baru
Dalam tahap ini mencakup pertukaran tahanan, penghentian sementara serangan, serta dimulainya pembicaraan menuju gencatan senjata permanen.
Pada tahap pertama kesepakatan tersebut, 33 tahanan Israel akan dibebaskan dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina. Demikian pernyataan oleh perwakilan Qatar dalam pengumuman tersebut.
Dampak dan Krisis Kemanusiaan
Perang berkepanjangan di Gaza telah meninggalkan jejak kehancuran besar. Data dari pemerintah Gaza menunjukkan lebih dari dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Banyak di antaranya berlindung di sekolah, tenda, atau bahkan di jalanan. Krisis ini semakin diperparah oleh kekurangan makanan, air, dan penyebaran penyakit.
“Warga Palestina yang terlantar menghadapi kondisi yang sulit di sekolah-sekolah, tenda-tenda, dan di jalanan di tengah kekurangan makanan dan air, serta penyebaran penyakit,” jelas Ismail Al Thawabteh, Direktur Jenderal Kantor Media Gaza, kepada Anadolu.
Al Thawabteh juga mengonfirmasi bahwa pemerintah Gaza tengah mempersiapkan rencana untuk memfasilitasi pemulangan warga yang terlantar ke rumah mereka di bagian utara dan tengah Jalur Gaza.
“Rencana pemerintah akan diumumkan dalam dua hari ke depan, disertai dengan instruksi harian dan panduan untuk membantu warga Palestina yang terlantar melewati berbagai tahap pelaksanaan perjanjian gencatan senjata,” tambahnya.
Respon Global terhadap Kesepakatan
Kesepakatan ini disambut baik oleh sejumlah negara, termasuk China dan Rusia. Beijing berharap gencatan senjata ini dapat menjadi langkah awal menuju perdamaian permanen.
“China menegaskan menyambut baik perjanjian gencatan senjata Gaza dan berharap perjanjian ini akan dilaksanakan secara efektif. Kami mengharapkan akan ada gencatan senjata penuh dan permanen di Gaza,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun.
Rusia, melalui juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, menyatakan bahwa kesepakatan ini diharapkan menjadi dasar bagi “stabilisasi jangka panjang” dan penyelesaian politik konflik Israel-Palestina.
Namun, skeptisisme tetap ada. Israel dan Hamas masih memiliki beberapa perbedaan terkait rincian pertukaran tahanan, yang berpotensi menunda pelaksanaan kesepakatan.
Perayaan dan Ketegangan di Gaza
Warga Gaza sempat merayakan pengumuman gencatan senjata di jalanan Deir al-Balah. Namun, euforia ini memudar ketika serangan udara Israel kembali terjadi hanya beberapa jam setelah pengumuman tersebut.
“Selama beberapa jam, orang-orang mengubah seluruh area ini menjadi panggung perayaan,” ujar Hani Mahmoud dari Al Jazeera.
“Namun, serangan udara Israel memadamkan kegembiraan itu.”
Meskipun demikian, harapan akan perdamaian tetap menyala di Gaza. Warga berharap gencatan senjata ini dapat menjadi awal dari akhir konflik yang telah menghancurkan wilayah mereka selama lebih dari satu dekade.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini