jurnalistika.id – Mendadak nama Toko Buku Gunung Agung trending Google, Senin (22/05/2023). Sebanyak 2 ribu lebih penelusuran menggunakan kata ini. Rupanya hal ini berkaitan dengan kondisi toko buku ini yang kini tengah mengalami kebangkrutan.
Toko Buku Gunung Agung sebagaimana diberitakan kondisinya sangat memprihatinkan sampai-sampai seluruh cabang atau outlet toko bukunya akan resmi ditutup pada akhir 2023. Awal kabar toko Buku Gunung Agung tutup ini sudah tercium sejak peristiwa PHK massal yang dilaporkan serikat pekerja.
Ini terjadi sebab, PT Gunung Agung Tiga Belas yang menaungi Toko Buku Gunung Agung mengalami minus pendapatan sehingga tidak bisa menutup biaya operasional. Kerugian ini terjadi selama bertahun-tahun.
5 Fakta Unik Pemilik Toko Buku Gunung Agung
Terlepas dari kondisi Toko Buku Gunung Agung ini, merangkum Wikipedia, berikut ini 5 fakta unik pemiliknya.
1. Anak Ahli Listrik Lulusan Luar Negeri
Pendiri dan pemilik toko Gunung Agung ini bernama Tjio Wie Tay atau lebih dikenal dengan nama Masagung. Ia merupakan anak keempat dari lima bersaudara yang lahir dari pasangan Tjio Koan An dan Tjoa Poppi Nio. Ayahnya seorang ahli listrik tamatan Belanda. Bakat bisnisnya ini rupanya berasal dari kakeknya yang merupakan seorang pedagang ternama di kawasan Pasar Baru, Bogor.
2. Menjadi Anak Yatim Ketika Masih Balita
Ketika masih berusia empat tahun, Tjio Wie Tay menjadi anak yatim. Sejak ayahnya meninggal dunia, kondisi ekonominya berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Berbarengan dengan ini, ia juga tumbuh menjadi anak yang nakan dan doyan berkelahi.
3. Tumbuh Menjadi Anak yang Pemberani
Selain suka berkelahi, Wie Tay tumbuh menjadi anak pemberani. Ia tidak takut berkenalan dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang kala itu mulai masuk ke Banten. Bahkan dari tentara Jepang, ia mendapatkan satu sepeda. Modal keberanian inilah yang kemudian dia bawa masuk ke dalam dunia bisnis, dan tidak bisa dimungkiri, menjadi salah satu senjata andalannya dalam menggerakkan roda bisnisnya.
4. Mencuri Buku Kakaknya untuk Dijual
Wie Tay juga mempunyai kegemaran suka mencuri buku-buku pelajaran kakak-kakaknya kemudian menjualnya di pusat perbelanjaan di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Ini ia lakukan guna mendapatkan uang saku. Atas kenakalannya ini ia akhirnya tidak bisa menyelesaikan sekolahnya.
Kenakalannya ini menyebabkan pamannya naik pitam dan mengusirnya sehingga ia harus kembali ke Jakarta saat berusia 13 tahun.
5. Menjadi Manusia Karet
Wie Tay menemukan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibunya belum membaik juga. Tak ada jalan lain baginya kecuali harus mencari uang sendiri. Awalnya, ia kembali ke kebiasaan lama mencuri buku pelajaran kakaknya untuk dijual guna mendapatkan 50 sen. Setelah stok buku pelajaran habis, ia mencoba menjadi “manusia karet di panggung pertunjukkan” senam dan aerobatik, walaupun penghasilannya ternyata tidak seberapa banyak.
6. Menjadi Pedagang Rokok Keliling
Wie Tay kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling. Di sinilah sifat beraninya kembali terlihat. Ia nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu. Dengan modal 50 sen, ia memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok.
Usaha rokoknya terus berkembang dan membuka kios rokok sendiri. Ia juga memiliki kenalan yang bekerja di perusahaan rokok Perola yang bernama The Kie Hoat. Kie Hoat ini memiliki kenalan seorang pengusaha yang bernama Lie Tay San.
Singkat cerita, ketiga sahabat ini kemudian bergabung dan mendirikan usaha bersama pada tahun 1945 bernama Tay San Kongsie. Di sinilah awal pergulatan serius Wie Tay dalam dunia bisnis. Mereka memang masih menjual rokok, tetapi melebar ke agen bir cap Burung Kenari. Pada saat bersamaan mereka juga mulai serius berbisnis buku.
Namun, dari ketiga usahanya ini, rupanya hasil penjualan buku memiliki prospek yang cerah sehingga mereka memutuskan berhenti berjualan rokok dan berkonsentrasi hanya menjual buku dan alat tulis menulis.
Pada 13 Mei 1951, Wie Tay menikahi Hian Nio. Setelah menikah, Wie Tay berpikir untuk mengembangkan usaha menjadi besar. Dia mengusulkan kepada kedua rekannya untuk menambah modal. Namun Lie Tay San keberatan, dia memutuskan mundur dan tetap dengan toko bukunya di lapangan Kramat Bunder (kini Toko Buku Kramat Bundar). Sementara Tjio Wie Tay bersama The Kie Hoat membangun toko sendiri di Jln Kwitang No 13, sekarang menjadi Gedung Idayu dan Toko Walisongo.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di Sini.
(khz/red)