jurnalistika.id – Perairan Kabupaten Tangerang, Banten, mendadak menjadi sorotan setelah ditemukan pagar laut misterius yang terbuat dari bambu.
Pagar laut misterius tersebut memiliki panjang mencapai 30,16 kilometer. Tak heran menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat, khususnya para nelayan.
Tak hanya dianggap ilegal, keberadaan pagar ini juga memicu keresahan karena berdampak pada mata pencaharian warga pesisir.
Berikut adalah lima fakta menarik dan penting tentang pagar laut misterius tersebut:
1. Dibangun Secara Misterius dan Tanpa Izin
Keberadaan pagar laut ini pertama kali dilaporkan oleh warga yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) pada 14 Agustus 2024.
Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten pada 19 Agustus 2024 dengan inspeksi ke lokasi.
Awalnya, pagar bambu ini hanya sepanjang 7 kilometer. Namun, dalam beberapa bulan, panjangnya melonjak drastis hingga 30,16 kilometer, mencakup enam kecamatan dan 16 desa di Kabupaten Tangerang.
Baca juga: Motif Satu Keluarga Tewas di Ciputat Terbongkar Terlilit Pinjol Sejak 2023
Kepala DKP Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menegaskan bahwa pagar ini tidak memiliki izin resmi dari pemerintah setempat.
“Ketika kami mendapat informasi terkait pemagaran laut… maka langsung ditindaklanjuti… kami langsung datang ke lokasi dan betul di sana memang terdapat aktivitas pemagaran laut,” kata Eli.
2. Mengancam Mata Pencaharian Nelayan
Pagar laut ini telah menjadi hambatan serius bagi nelayan setempat. Salah satu nelayan dari Desa Karang Serang, Darsono (55), mengungkapkan bahwa pagar tersebut memaksa dirinya memutar jauh untuk melaut.
“Saat kita melaut malam, kita takut kalau kena pagar itu, nanti kita diminta ganti. Makanya kita selalu hati-hati banget lewat di sana. Lewatnya harus zig-zag biar enggak kena,” ungkapnya.
Baca juga: Korban Penembakan Tol Tangerang-Merak Ajukan Perlindungan ke LPSK
Selain itu, nelayan kesulitan menangkap ikan kecil di area tempat pagar berdiri. Bahkan, aktivitas menebar jaring kerap terganggu karena tersangkut pagar.
Akibatnya, pemasukan nelayan turun drastis, sementara biaya operasional, seperti kebutuhan bahan bakar, justru meningkat.
3. Proses Pembangunan yang Cepat dan Misterius
Menurut kesaksian Darsono, pagar bambu tersebut dipasang oleh orang-orang yang diduga berasal dari Desa Tanjung Kait. Proses pemasangan dilakukan dengan kapal kecil secara manual, biasanya di pagi hari.
“Orang-orang yang masang sih enggak tahu. Tapi, kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Kapalnya kecil, untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang nancapin,” terang Darsono.
Yang mengejutkan, selama pemasangan berlangsung, patroli laut oleh pihak kepolisian tidak terlihat sama sekali. Proses pengerjaan pagar bahkan terbilang cepat, selesai dalam satu hari untuk beberapa bagian.
4. Berpotensi Melanggar Aturan dan Hukum
Pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer ini dianggap melanggar berbagai peraturan, termasuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap aktivitas di wilayah pesisir harus memiliki izin resmi dan mempertimbangkan dampak lingkungan.
Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan bahkan menyebut pemagaran laut ini sebagai pelanggaran nyata terhadap hak nelayan.
“Pemagaran laut ini adalah bentuk pelanggaran nyata terhadap hak nelayan dan masyarakat pesisir. Pemerintah harus segera memastikan legalitas tindakan ini dan mengambil langkah tegas jika terbukti melanggar aturan,” tegas Johan.
5. Mendapat Tanggapan Serius dari Pemerintah
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan masalah ini.
Dalam diskusi publik yang digelar pada 7 Januari 2025, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Kusdiantoro, menegaskan pentingnya pengawasan wilayah pesisir untuk menjaga ekosistem dan kesejahteraan masyarakat.
“Saya berikan dukungan, mendukung adanya diskusi hari ini, sehingga terkait masalah pemagaran laut semakin jelas, bagaimana menyikapi solusinya. Dan ini menjadi satu bentuk komitmen juga dari KKP,” kata Kusdiantoro.
Keberadaan pagar ini menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan wilayah laut harus mengutamakan prinsip keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dituntut untuk bertindak cepat dan tegas dalam menyelesaikan permasalahan ini.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.