jurnalistika.id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan aturan Pencatatan nama Pada Dokumen seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) lewat Permendagri Nomor 73 Tahun 2022.
Lewat beleid itu, pemerintah membuat aturan agar orang tua tidak lagi membuat pusing petugas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) dengan nama-nama yang “nyeleneh” di KTP.
Berdasarkan basis data kependudukan alias database SIAK, terdapat nama-nama yang jumlah hurufnya terlalu banyak dan panjangnya melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen.
Karena itu, pemerintah mengatur agar jumlah huruf pada nama yang dicatatkan pada administrasi kependudukan (adminduk) paling banyak 60 huruf, termasuk spasi. Selain itu, karakter pun paling sedikit 2 kata.
Baca juga: Tak Usah Nunggu, Cetak KTP Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah
Menurut Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, aturan tersebut diperlukan untuk memudahkan pejabat berwenang melakukan pencatatan nama pada dokumen kependudukan.
“Dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan,” sambung Zudan, seperti dilansir Kumparan dari pers rilis, Senin (23/5).
Selain itu, kata Zudan, ketentuan tersebut untuk memudahkan pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
Menurut Zudan, nama merupakan penyebutan untuk memangil seseorang dan sebagai identitas diri. Untuk itu ia mengimbau agar orang tua, dalam memberikan nama anaknya mesti sesuai dengan prinsip norma agama, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Cara Daftar KTP Secara Online 2022 dengan 7 Langkah Mudah
Aturan Baru KTP Agar Tak Ada Nama Seperti Aurel Vagina dan Penis Lambe
Kemudian, melansir CNBCIndonesia, Zudan mengungkap bahwa selama ini banyak nama yang tidak sesuai dengan norma kesusilaan. “Contoh Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe,” ujarnya.
“Ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama,” jelasnya.
Bahkan, kata Zudan, ada juga nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak. “Seperti Tikus, Bodoh, Orang Gila,” sebutnya.
“Ada juga yang menamakan anak menggunakan nama lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, penghargaan,” sahutnya.
Situasi ini, kata Zudan, akan menyebabkan sulitnya penulisan nama lengkap pada basis data maupun dokumen fisik seperti akta lahir, KTP elektronik, KIA, SIM, paspor, STNK, ijazah, dan ATM.
Baca berita dan informasi lainnya di Google News
(fsy/fsy)