jurnalistika.id – Ketergantungan Indonesia yang besar pada ekspor ke China membuat neraca perdagangannya rentan terhadap fluktuasi ekonomi di dalam negeri.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, China menyumbang 22,5 persen dari total nilai ekspor Indonesia pada semester pertama tahun ini, dibandingkan dengan 10-12 persen untuk ekspor negara lain ke Tiongkok.
“Ketika permintaan dari Tiongkok melemah, hal ini sangat berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. Itulah alasan utama di balik penurunan ekspor kita baru-baru ini,” kata Faisal di Jakarta.
Baca juga: Berapa Anak Bisa Dapat Makan Siang Gratis Jika Dipangkas Rp7.500 dengan Anggaran Rp71 T?
Surplus perdagangan internasional Indonesia menyusut sebesar Rp 67,5 triliun menjadi Rp 233,9 triliun pada semester pertama tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun 2023.
Sementara ekspor Indonesia ke sebagian besar negara lain terus tumbuh. Peningkatannya mencolok sebesar 22 persen ke India, ekspor ke Tiongkok justru mengalami kontraksi sebesar 4,2 persen.
Faisal mengaitkan hal ini dengan kelebihan pasokan barang manufaktur di Tiongkok, yang mengurangi permintaan mereka akan impor bahan baku.
“Perbedaan utama dalam karakteristik ekspor antara Indonesia dan negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina adalah bahwa negara-negara tersebut tidak terlalu bergantung pada Tiongkok,” tambah Faisal.
Baca juga: Honda Perkenalkan Mobil Listrik Pertama di Indonesia di GIIAS 2024
Sebaliknya, impor Indonesia dari Tiongkok terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Produk tekstil menyumbang 41 persen dari impor Indonesia dari Tiongkok.
Pada bulan Juni, defisit perdagangan bilateral terbesar Indonesia adalah dengan Tiongkok, mencapai Rp 10,5 triliu, diikuti oleh Australia Rp 5 triliundan Thailand Rp 4,95 triliun.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini
