jurnalistika.id – Polisi bentrok dengan mahasiswa di Dhaka, Bangladesh, yang menggelar demonstrasi untuk memprotes terkait pembatasan kuota pekerjaan di pemerintahan (PNS). Para demonstran menilai sistem kuota pekerjaan pemerintah hanya menguntungkan sekutu partai berkuasa.
Protes awalnya dipicu oleh keputusan Pengadilan Tinggi yang mengembalikan sistem kuota ini, yang sebelumnya dihentikan pada 2018. Media Prohtom Alo melaporkan 10 kematian secara nasional, termasuk enam di daerah Uttara.
Media mencatat setidaknya ada 12 kematian, namun otoritas belum mengkonfirmasi angka ini.
Baca juga: Mantan Diplomat Korut Jadi Wakil Menteri Korsel
Gedung televisi pemerintah diserang, dan beberapa kendaraan dibakar. Banyak korban terluka, termasuk polisi. Untuk membubarkan massa, polisi menggunakan gas air mata dan pentungan.
Mereka juga mendirikan pos pemeriksaan di pintu masuk universitas dan menggerebek markas BNP, menangkap tujuh anggota dan menemukan bom rakitan.
Para demonstran memblokir jalan, melempar batu, dan meneriakkan slogan. Sebuah pos polisi dibakar dan kendaraan dirusak. Kekerasan juga terjadi di kota lain seperti Chattogram dan Khulna.
Perdana Menteri Sheikh Hasina menyerukan dialog, sementara Menteri Hukum Anisul Huq siap berdiskusi. Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Trk mendesak penyelidikan atas kekerasan ini. BNP menuduh pemerintah mencoba mengalihkan perhatian dari protes.
Baca juga: Menlu Berharap Hubungan Kerja Sama ASEAN-Amerika Terjalin Erat
Sistem kuota ini memiliki latar belakang sejarah dari perang kemerdekaan 1971, dengan 30 persen pekerjaan disediakan untuk keluarga veteran.
Mahkamah Agung dijadwalkan memutuskan masalah ini pada 7 Agustus, yang menjadi titik penting bagi stabilitas sosial dan hukum di Bangladesh.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini