jurnalistika.id – Aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Kota Malang, Jawa Timur, berujung ricuh pada Minggu (23/3/2025).
Bentrokan pecah antara demonstran dan aparat kepolisian setelah sekelompok orang yang belum teridentifikasi melempari Gedung DPRD Kota Malang dengan molotov dan petasan.
Massa mulai berkumpul di depan Gedung DPRD sejak pukul 16.00 WIB, membawa poster serta spanduk bernada protes seperti “Orback!”, “No UU TNI”, “Orda Paling Baru”, dan “Kembalikan Militer ke Barak”.
Aksi awalnya berlangsung damai, namun memanas setelah buka puasa sekitar pukul 18.15 WIB ketika massa mulai membakar ban bekas dan seragam tentara di depan gerbang gedung dewan.
Baca juga: Pengemudi Ojol Dipukul 20 Petugas Bersenjata di Lokasi Demo RUU TNI
Situasi semakin tidak terkendali setelah sekelompok orang melempar molotov dan petasan ke teras lantai satu dan dua Gedung DPRD. Api segera dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran yang telah bersiaga di lokasi.
Hingga kini, belum ada kejelasan mengenai siapa yang memulai aksi pembakaran. Perlu dipertanyakan juga apakah kelompok tersebut merupakan bagian dari massa aksi atau pihak lain yang memanfaatkan situasi.
Wakil Ketua DPRD Kota Malang, Rimzah, mengonfirmasi bahwa kebakaran merusak sebuah pos di sisi timur gedung, sementara api di teras dan lobi gedung utama berhasil dikendalikan.
“Yang terbakar itu sebelah kiri, pos tapi buat tempat-tempat berkas yang memang agak lumayan parah di sana,” kata Rimzah.
Ia menyayangkan eskalasi yang terjadi, mengingat DPRD Kota Malang sebenarnya telah bersiap untuk menemui massa aksi dan berdialog mengenai tuntutan mereka.
“Prinsipnya kami 45 anggota dewan sudah mendapatkan arahan, bahwa 7 fraksi DPRD Kota Malang siap menerima audiensi, siap menerima aspirasi, dan siap membangun narasi bersama. Tapi sore hari ini tadi kami belum sempat menemui massa aksi, sudah chaos, dan berikut memang sedikit kami sayangkan,” tambahnya.
Mahasiswa hingga Jurnalis Alami Kekerasan dari Aparat
Selain kerusuhan di gedung DPRD, sejumlah mahasiswa dan aktivis yang ikut dalam aksi dikabarkan mengalami kekerasan dari aparat.
Menurut laporan Tim Bantuan Hukum LBH Pos Malang, demonstran, tim medis, serta jurnalis yang meliput aksi turut menjadi sasaran penangkapan dan pemukulan oleh aparat kepolisian.
“Sejumlah massa aksi ditangkap, dipukul dan mendapatkan ancaman. Tim medis, pers dan pendamping hukum yang bersiaga juga mendapati pemukulan,” ujar Wafdul Adif dari LBH Pos Malang, Senin (24/3).
Tak hanya itu, gawai milik demonstran dan tim medis dilaporkan dirampas, termasuk alat kelengkapan medis. Beberapa massa aksi juga mengalami kekerasan seksual serta ancaman pembunuhan verbal dari aparat keamanan.
“Jumlah massa aksi yang tertangkap dan berhasil diidentifikasi identitasnya sekitar enam orang,” tambahnya.
Sementara itu, sekitar 8 hingga 10 orang peserta aksi hilang kontak setelah bentrokan pecah. Selain itu, enam hingga tujuh orang demonstran dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
Jumlah total korban luka diperkirakan mencapai puluhan orang. Mereka tersebar di beberapa rumah sakit di Kota Malang.
“Massa aksi yang dirawat tersebar di sejumlah rumah sakit. Terjadi sweeping di sekitar rumah sakit dan kafe,” ujar Wafdul.
Tidak hanya korban jiwa dan luka, belasan kendaraan milik demonstran juga diamankan di Polresta Malang Kota.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian terkait penangkapan maupun tindakan yang dilakukan aparat selama aksi berlangsung.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.