Jurnalistika
Loading...

Dosen UNAIR Soal Kotak Kosong di Pilkada 2024: Tidak Ada Kaitan dengan Krisis Demokrasi

  • Jurnalistika

    11 Sep 2024 | 09:15 WIB

    Bagikan:

image

Ilustrasi fenomena kotak kosong di Pilkada 2024.

jurnalistika.id – Fenomena calon tunggal dan kotak kosong menjadi sorotan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait rendahnya partisipasi pemilih serta menurunnya kualitas demokrasi.

Menurut Hari Fitrianto SIP MIP, Dosen Politik Universitas Airlangga (UNAIR), fenomena kotak kosong bukanlah tanda krisis demokrasi, melainkan persoalan teknis yang terkait dengan penjadwalan pemilu yang dinilai kurang ideal.

“Fenomena kotak kosong itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan krisis demokrasi. Namun, hanya soal pengaturan jadwal antara pemilu nasional dengan pilkada yang terlalu dekat,” jelas Hari dalam pernyataannya, Selasa (10/9/2024) dikutip dari RRI.

Baca juga: 41 Wilayah Berpotensi Hadapi Kotak Kosong di Pilkada 2024, Berikut Daftarnya

Hari menekankan pentingnya penyelenggaraan pemilu dengan prinsip “timely manner”, jadwal pemilu harus diatur sedemikian rupa agar memungkinkan partisipasi maksimal dari masyarakat. Sayangnya, ambisi untuk melaksanakan Pilkada serentak tahun ini belum diimbangi dengan pertimbangan waktu yang matang.

“Ketika pemilu nasional dan pilkada diserentakkan, partai politik dan calon pemimpin daerah tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan konsolidasi,” tambahnya.

Fenomena kotak kosong berdampak pada berkurangnya minat masyarakat untuk datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Adanya asumsi bahwa calon tunggal pasti akan menang membuat sebagian pemilih merasa tidak perlu terlibat dalam proses demokrasi.

“Hanya ada satu kandidat yang bekerja keras menghadirkan pemilih ke TPS, sementara kotak kosong tidak memiliki tim sukses. Ini membuat banyak orang enggan atau malas untuk datang ke TPS,” ujarnya.

Lebih jauh, Hari menjelaskan bahwa jika kotak kosong menang, dampaknya signifikan bagi daerah terkait. Pemerintahan daerah akan diisi oleh pejabat sementara yang ditunjuk pemerintah pusat, yang bisa memengaruhi stabilitas kepemimpinan di wilayah tersebut.

Namun, ia menegaskan bahwa kotak kosong bukanlah bentuk protes politik masyarakat. Sebaliknya, ini adalah hasil dari kurangnya waktu dan ruang bagi partai politik dan calon pemimpin daerah untuk berkonsolidasi.

“Pembuat undang-undang cenderung berasumsi bahwa semakin serentak pemilu dilakukan, semakin baik. Namun, yang diperlukan sebenarnya adalah pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah,” tegas Hari.

Ia menyarankan agar jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah tidak digabungkan. “Jika pemilu nasional dilaksanakan di tahun 2024, maka pemilu daerah idealnya digelar dua tahun setelahnya,” tutupnya.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini

kotak kosong

Pilkada 2024

Pilkada serentak 2024

UNAIR


Populer

Potret Lautan Massa Aksi Penuhi Jalanan Depan Gedung Parlemen
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami