jurnalistika.id – Isu mengenai Pertamax oplosan ramai diperbincangkan di media sosial setelah Kejaksaan Agung menangkap tujuh orang terkait dugaan korupsi dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Ron 92 di PT Pertamina (Persero).
Meski demikian, PT Pertamina menegaskan BBM yang dijual kepada masyarakat tetap sesuai standar dan bukan hasil oplosan.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, membantah anggapan BBM yang dibeli masyarakat di SPBU Pertamina adalah hasil oplosan antara Pertalite (Ron 90) dan Pertamax (Ron 92).
“Bisa kita pastikan tidak ada yang dirugikan di aspek hilir atau di masyarakat, karena masyarakat kita pastikan mendapatkan yang sesuai dengan yang mereka beli,” ujar Fadjar saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Baca juga: Mengenal Danantara, Badan Pengelola Investasi Besutan Prabowo
Menurutnya, kesimpangsiuran informasi di masyarakat muncul akibat salah tafsir terhadap kasus yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
“Bukan adanya oplosan, sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar, sehingga ada misinformasi di situ,” jelasnya.
Blending BBM Bukan Hal Baru
Menanggapi spekulasi Pertamina melakukan proses “blending” dalam produksi BBM, Fadjar menegaskan pencampuran bahan bakar adalah proses yang lazim dalam industri migas.
“Kaya Pertamax Green 95 itu kan blending antara Pertamax dengan Bioetanol,” ujarnya, mencontohkan salah satu produk BBM Pertamina yang memang hasil pencampuran komponen tertentu.
Namun, ia menekankan blending yang dilakukan dalam proses produksi tidak berarti BBM yang dijual di SPBU merupakan hasil oplosan yang merugikan masyarakat.
Dugaan Korupsi di Pertamina
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menangkap tujuh orang terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Ron 92 di PT Pertamina Patra Niaga. Para tersangka meliputi empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, praktik yang dilakukan tersangka melibatkan pembelian Ron 90 yang kemudian di-“blending” di storage atau depo untuk menjadi Ron 92.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” kata Abdul Qohar.
Baca juga: Cara Oplos Ala Maling Uang Rakyat: Pertalite Diubah Jadi Pertamax
Meski kasus ini tengah dalam proses hukum, Pertamina memastikan bahwa hal tersebut tidak berdampak pada kualitas BBM yang beredar di masyarakat.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan tidak termakan isu yang belum terverifikasi. Kejaksaan Agung juga terus mendalami kasus ini guna memastikan bahwa praktik bisnis di sektor energi berjalan sesuai aturan.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini