jurnalistika.id – Dalam rapat kerja bersama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, Komisi III DPR RI meminta penjelasan lebih lanjut terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong.
Kasus ini telah menyedot perhatian publik, pasalnya status tersangka yang diberikan kepada Tom Lembong dinilai menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Al Fath mengungkapkan bahwa publik masih melihat penetapan tersangka terhadap Tom Lembong sebagai suatu hal yang ambigu. Oleh karena itu, Rano menilai momen rapat ini penting bagi Kejagung untuk memberikan kejelasan.
“Nah, ini harus dijelaskan, ini momentum dari Kejagung untuk menjelaskannya,” ujar Rano saat membuka rapat.
Baca juga: Kasus Korupsi Gula Tom Lembong: Kejagung Periksa Mantan Dirjen Kemendag
Menurut Rano, Kejagung telah menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ditemukan aliran dana yang mengarah langsung kepada Tom Lembong. Hal ini, menurutnya, membuat publik menganggap kasus tersebut masih belum sepenuhnya terang.
“Ini bisa dijelaskan di sini, salah satu kasus saja, mungkin nanti banyak kasus yang berkembang,” tambahnya.
Selain membahas kasus Tom Lembong, Komisi III DPR RI juga meminta penjelasan terkait rencana program kerja Kejagung untuk lima tahun mendatang.
Mereka juga meminta kejelasan tentang mekanisme evaluasi kinerja di internal Kejagung, terutama dalam hal pengembangan karier.
“Ada yang berprestasi ada yang dianggap tidak berprestasi. Atau berprestasi tapi sejauh ini seperti apa gambarannya,” kata Rano.
Tom Lebong Jadi Tersangka Oktober 2024
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada periode 2015–2016, sebagai tersangka atas dugaan korupsi dalam kegiatan impor gula di Kementerian Perdagangan.
Penetapan itu dilakukan akhir Oktober 2024 lalu. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qodar, menyatakan bahwa keterlibatan Lembong berawal dari keputusan rapat antarkementerian pada tahun 2015 yang menyatakan bahwa Indonesia tidak memerlukan impor gula karena surplus.
Namun, meskipun hasil rapat menyebutkan demikian, Lembong tetap mengeluarkan izin impor gula kristal mentah kepada PT AP.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini