jurnalistika.id – Majelis Hakim Anak Pengadilan Negeri (PN) Tangerang telah memvonis pelaku pemerkosaan berinisial FI (15) dua tahun penjara, Kamis (7/4/22).
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Anak, Ferdinand Marcus itu juga menetapkan pelaku agar segera ditahan serta membayar restitusi Rp. 126,262.000 subsider lima bulan kurungan.
Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim setelah melalui proses panjang dengan melibatkan banyak pihak. Diketahui, penanganan kasus ini dimulai dari tanggal 24 Mei 2021 di tingkat penyelidikan.
Ibrahim Rizky Musawa, kuasa hukum korban dari Law Office IM & Partner menyebut penanganan perkara yang melibatkan anak sebagai korban itu sangat lambat.
“Beberapa bulan berlalu pihak keluarga korban tidak melihat perkembangan yang berarti bahkan tidak merasakan hangatnya tangan pemkot Tangsel yang mendapatkan predikat kota layak anak,” kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (7/4/22).
Dihubungi terpisah, anggota DPRD Kota Tangsel, Emanuella Ridayati mengaku prihatin saat mengetahui kasus tersebut. Terlebih menurutnya, kasus itu seperti “digantung”.
“Saya sebagai anggota dewan maupun sebagai seorang wanita sampai sekarang masih merasa miris dengan adanya kasus seperti ini,” kata Rida-sapaan akrabnya, Sabtu (10/4/22).
Baca juga: Vonis 2 Tahun Pemerkosa Anak, dan Ilusi Tangsel Kota Layak Anak
Anggota DPRD Tangsel Fraksi PSI ini mengatakan, kepolisian maupun pihak terkait seharusnya lebih sigap dalam menangani kasus pemerkosaan khususnya ketika yang menjadi korban adalah anak-anak.
Selain itu, sambungnya, ke depan ia mengusulkan agar pemerintah menyiapkan langkah preventif agar hal tersebut tidak kembali terulang.
“Seperti memberikan pendampingan psikologis maupun pendidikan seksual lebih dini. Kemudian memberikan edukasi pra-nikah kepada para orang tua agar dapat menjaga anak-anak mereka dengan lebih cerdas dan bijaksana,” papar anggota DPRD Tangsel Komisi III tersebut.
Lebih lanjut ia menjelaskan, setelah mengetahui kasus ini dari salah satu kuasa hukum korban. Bersama tim kuasa hukum itu ia ke Kejaksaan Negeri untuk berkomunikasi terkait permintaan restitusi.
Menurutnya, restitusi tersebut merupakan salah satu poin penting. Namun, ia mengingatkan, sebesar apapun restitusi tidak akan dapat mengganti kerugian fisik maupun psikis yang dialami korban.
“Walaupun seberapa besar pun restitusi itu, tidak akan dapat mengobati, mengembalikan atau mengganti rugi apa yang dirasakan korban,” pungkasnya.