jurnalistika.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini mengungkap adanya dugaan transaksi mencurigakan yang melibatkan ribuan anak di bawah umur.
Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, sebanyak 24.049 anak berusia 10 hingga 18 tahun terlibat dalam transaksi yang diduga berkaitan dengan prostitusi dan pornografi ini.
“Transaksi tersebut diduga kuat terkait prostitusi dan juga pornografi. Ada sekitar 130.000 transaksi yang melibatkan 24.000 anak dengan nilai transaksi mencapai Rp 127,371 miliar,” kata Ivan Yustiavandana saat jumpa pers di kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2024).
Baca juga: Studi BRIN Ungkap 13,9 Persen Remaja Gunakan Aplikasi Kencan untuk Cari Pasangan Seksual
Ivan menambahkan bahwa data ini akan dibahas lebih lanjut dengan KPAI untuk penanganan yang lebih mendalam. Ia menegaskan komitmen PPATK untuk melindungi anak-anak dan perempuan di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua KPAI Ai Maryati mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2021 hingga 2023, tercatat ada 481 kasus yang dilaporkan terkait dugaan eksploitasi anak.
Menurutnya, angka ini hanya permukaan dari masalah yang lebih besar. Selain itu, dalam periode yang sama, terdapat 431 kasus eksploitasi dan perdagangan anak.
“Jadi totalnya hampir 900 anak berada dalam situasi dan kondisi eksploitasi serta materi pelecehan seksual anak atau pornografi,” kata Ai Maryati.
Baca juga: Gibran Sebut Pemerintah Terima Masukan Semua Pihak Demi Sukseskan Program Makan Siang Gratis
Ai menambahkan bahwa anak-anak menjadi target kejahatan ekonomi dan seksual online, serta berbagai bentuk kejahatan digital lainnya. Konten yang tidak pantas sering kali dibeli dan dijual oleh orang dewasa dengan melibatkan anak-anak melalui sistem pembayaran digital.
“Layanan keuangan digital seperti dompet elektronik, uang elektronik, dan valuta asing juga digunakan untuk memfasilitasi transaksi-transaksi ini,” jelasnya.
Menurut Ai, penyelesaian kasus-kasus ini sering kali sulit karena adanya praktik pencucian uang dan kurangnya investigasi menyeluruh terhadap aliran dana.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini