jurnalistika.id – Aksi demonstrasi menolak pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang digelar serentak di berbagai daerah pada Kamis (20/3/2025) berujung ricuh.
Sejumlah insiden kekerasan dan penangkapan terjadi, baik di Semarang maupun di depan Gedung DPR/MPR RI di Jakarta.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut sedikit rangkuman dari banyaknya peristiwa selama demo penolakan RUU TNI tersebut.
Tiga Mahasiswa UI Luka-luka di Jakarta
Aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, juga berujung ricuh. Tiga mahasiswa Universitas Indonesia (UI) mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.
Ketiganya adalah Muhammad Aidan, Rafi Raditya, dan Ghifari Rizky Pramono.
Menurut Koordinator Bidang Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Muhammad Bagir Shadr, Aidan mengalami luka di kepala setelah pagar Gedung DPR berhasil dijebol oleh demonstran.
Baca juga: RUU TNI Sah Jadi Undang-Undang, DPR Ketok Palu di Tengah Aksi Penolakan
Sementara itu, Radit diduga dipukuli oleh aparat saat berupaya memasuki area gedung. Ghifari Rizky Pramono atau Mono mengalami cedera engsel kaki akibat terinjak-injak dalam kerumunan yang chaos.
“Mereka jatuh karena serangan polisi yang membuat keadaan chaos,” ujar Bagir.
Pengemudi Ojol Jadi Korban Kekerasan Aparat
Seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Raka (22) juga menjadi korban kekerasan aparat saat aksi di depan Gedung DPR.
Raka, yang sedang berhenti di pinggir jalan, dihampiri sejumlah petugas dan disangka sebagai mahasiswa yang ikut dalam aksi.
“Pas sudah pada ke sana semua, gue kan masih di sini tuh. Gue kira, gue enggak kena, ternyata kena juga. Dibilang (aparat) gue mahasiswa,” kata Raka.
Ia mengaku dipukuli oleh sekitar 20 petugas Brimob dengan tendangan dan pentungan. Luka terparah dialaminya di area kepala.
Pemukulan dan Penangkapan Mahasiswa di Semarang
Di Semarang, seorang mahasiswa berinisial L menjadi korban pemukulan oleh aparat keamanan saat mengikuti aksi demonstrasi di depan kompleks Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah.
Menurut keterangan dosen Universitas Katolik Soegijapranata, Hotmauli Sidabalok, L sempat mengingatkan polisi untuk tidak memukuli peserta aksi. Namun, peringatan itu justru membuatnya menjadi sasaran pemukulan.
“Dipukul di kepala dan kakinya hingga tersungkur,” kata Hotmauli.
L kemudian ditangkap dan dibawa ke Markas Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. Setelah mendapat pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum Semarang dan pihak kampus, L akhirnya dibebaskan pada pukul 21.00 WIB.
Ia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Kariadi untuk pemeriksaan luka dan visum.
Selain L, tiga orang lainnya juga ditangkap dalam aksi tersebut, yaitu satu mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung, sopir mobil komando, dan operator sound system. Ketiganya dilepaskan pada pukul 21.15 WIB.
Lima Orang Ditangkap di Semarang
Selain insiden kekerasan, sebanyak lima orang ditangkap dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah.
Menurut perwakilan pengunjuk rasa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro, Aufa Atha Ariq, lima orang tersebut terdiri dari tiga mahasiswa dan dua orang dari organisasi pendukung.
Insiden-insiden ini terjadi setelah DPR RI resmi mengesahkan RUU TNI dalam Rapat Paripurna pada Kamis (20/3/2025).
Pengesahan tersebut dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dan menuai protes keras dari mahasiswa serta masyarakat sipil yang menilai revisi undang-undang tersebut mengancam demokrasi dan berpotensi mengembalikan era Dwifungsi ABRI.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.