jurnalistika.id – Nasib sekitar 20.000 pekerja di grup perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terancam akibat putusan pailit yang baru-baru ini dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Berdasarkan putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, Sritex, bersama tiga entitas lainny, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan lalai memenuhi kewajiban pembayaran kepada PT Indo Bharat Rayon, yang merupakan pihak pemohon.
Putusan ini memicu kekhawatiran di kalangan pekerja, terutama terkait dengan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan absennya pesangon.
“Putusan pailit ini akan mengancam sekitar 20-an ribu karyawan yang tersisa di Sritex group. Mereka akan kehilangan pekerjaan dan bisa-bisa tidak akan mendapatkan pesangon,” ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, dikutip dari CNBC Indonesia pada Kamis (24/10/2024).
Baca juga: 49 Persen Kelas Menengah RI Mengalami Penurunan Daya Beli, Harga Jadi Biang Kerok
Kondisi keuangan Sritex menjadi salah satu penyebab utama situasi ini. Total utang yang tercatat mencapai Rp25 triliun, sementara nilai aset perusahaan hanya sekitar Rp15 triliun.
“Jadi kalau pun ini dijual semua nggak akan nutup untuk bayar utang-utang ini. Jika kondisi ini seperti ini, berpeluang besar pekerja kehilangan pekerjaan dan tanpa dapat pesangon,” jelas Ristadi lebih lanjut.
Sebelum dinyatakan pailit, Sritex telah lama terbelit masalah keuangan akibat utang yang terus menumpuk. Pada September 2022, total liabilitas perusahaan mencapai US$1,6 miliar, setara dengan Rp24,66 triliun, sebagian besar merupakan utang berbunga seperti pinjaman bank dan obligasi.
Jika perusahaan ini benar-benar bangkrut, Sritex yang pernah menjadi raksasa tekstil di Indonesia hanya akan tinggal nama.
Meski demikian, upaya hukum masih terus dilakukan oleh pihak perusahaan. “Dari informasi teman KSPN di sana, saat ini perusahaan sedang berusaha mengajukan kasasi, pasti akan kasasi ya. Agar putusan pailit dibatalkan,” ungkap Ristadi.
Ia menambahkan, “Mudah-mudahan dibatalkan. Kasihan 20.000-an pekerja akan kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.”
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini