jurnalistika.id – Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menerima 51 pengaduan terkait dugaan kekerasan oleh aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi penolakan RUU Pilkada di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8). Pengaduan tersebut mencakup kekerasan fisik, doxing, dan penangkapan tanpa prosedur yang jelas.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/8/2024), Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, mendesak kepolisian segera membebaskan peserta demonstrasi yang ditangkap tanpa alasan yang sah.
“Kami juga mendesak polisi segera membebaskan teman-teman yang tidak bersalah yang ditangkap tanpa alasan,” tegas Arif.
TAUD, yang diinisiasi oleh beberapa lembaga bantuan hukum, menghimpun aduan tersebut melalui advokasi langsung. Juga pendampingan di Polda Metro Jaya, serta pemantauan di beberapa kantor kepolisian di Jakarta Barat dan Polsek Tanjung Duren.
Baca juga: Gelombang Demonstrasi Pecah di Berbagai Kota, YLBHI Kecam Kekerasan Aparat
Namun, meski telah menerima puluhan laporan, pihak kepolisian belum membuka data resmi mengenai jumlah demonstran yang ditangkap dan status hukum mereka.
Menurut pengacara publik dari LBH Jakarta, Muhammad Fadhil, dan Kepala Divisi Hukum LSM Kontras, Andrie Yunus, tindakan polisi selama penanganan aksi tersebut dianggap brutal.
Mereka melaporkan adanya penggunaan gas air mata secara tidak terukur, dugaan pemukulan, penggeledahan tanpa izin, serta pelanggaran terhadap kebebasan pers.
“Penembakan gas air mata secara brutal dilakukan ke berbagai arah, yang tidak hanya membahayakan massa aksi, tetapi juga warga sipil yang tidak terlibat,” ungkap Andrie.
TAUD Sempat Dijalan Pihak Kepolisian
Lebih lanjut, Fadhil menyampaikan upaya pendampingan hukum oleh TAUD sempat dihalang-halangi oleh pihak kepolisian. Ia menilai tindakan tersebut merupakan bentuk pelecehan terhadap marwah profesi advokat.
“Argumentasi itu adalah kami tidak memiliki kedudukan hukum untuk mendampingi para massa aksi yang dibawa. Intinya tidak ada teken surat kuasa,” ujar Fadhil.
Baca juga: Potret Lautan Massa Aksi Penuhi Jalanan Depan Gedung Parlemen
TAUD juga menelusuri dugaan adanya ruang penahanan sementara di kompleks DPR. Sejumlah demonstran yang ditangkap mengaku mengalami penyiksaan sebelum dipindahkan ke Polda Metro Jaya.
Pengakuan ini diperoleh dari seorang korban yang masih ditahan.
“Ada ceceran darah di ruang tersebut, yang memperkuat dugaan brutalitas polisi,” jelas Andrie.
Baca juga: Di Jalan Buruh-Mahasiswa Demo Perjuangkan Demokrasi, Ketum PBNU Temui Jokowi Bahas Izin Tambang
Meskipun demikian, hingga saat ini, pihak TAUD baru bisa mendampingi 40 orang demonstran yang masih berada di Polda Metro Jaya, dengan status hukum mereka yang belum jelas.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini