Jurnalistika.id – “Dari latar belakang keluarga yang kurang mampu hingga saat SD kelas 5 ku hampir tidak lulus karena Bapak sudah meninggal dan kedua adiknya masih kecil-kecil pada waktu itu,” ungkap Doktor (Dr.) Udin Ahidin, Wakil Ketua Program Studi (Prodi) Manajemen S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang (Unpam), Tangerang Selatan (Tangsel).
“Bapak mendidik saya keras begitupun dengan tekad saya,” ujar Doktor Unpam yang akrab dengan sapaan Pak Udin ini saat Jurnalistika.id temui di kantornya, Kamis (26/02/2020).
Pak Udin menuturkan, masa kecilnya tak se-lazim anak-anak. Ia harus berkelahi dengan waktu. Sambil bersekolah, Udin meneruskan usaha ternak kambing warisan bapaknya. Ia juga berjualan nyiru (tikar pandan) dan peralatan dapur tradisional. Sistemnya bayar-panen.
‘’Dagangan saya dibeli, tapi bayarnya setelah panen padi. Bayarnya pakai beras, jagung, atau hasil bumi lainnya,’’ kenangnya.
Hingga saat di ladang terbesit suara tanya Udin ke pada Bapak yang sudah tidak ada. “Bapak, Udin kok begini amat kerjaannya. Itu teman-teman Udin pada main, Pak?” ungkapnya.
Udin ingat pesan Bapaknya sebelum beliau meninggal. “Din, kehidupan keluarga kita harus berubah. Kamu dan adik-adikmu jangan melarat seperti Bapak. Kamu sebagai sulung dan laki-laki, harus sekolah yang tinggi, sampai jadi sarjana!”
Udin yang mengingat pesan dari Bapaknya menjadi lebih semangat, dan tekad yang dia kuatkan dalam dirinya untuk dapat melakukan apa yang menjadi pesan Bapaknya.
Saat sudah dewasa Udin merantau ke Pasar Cikokol, Tangerang, untuk mengasong. Beruntung ia berjumpa dengan Kang Sunar, teman sekampungnya, yang membantunya memberi jalan.
Tapi, ia bingung harus tinggal di mana. Tak mungkin menumpang di kawannya itu. “Kang Sunar menerima kedatangan saya, tapi nggak mungkin memberi tumpangan menginap. Karena ia tinggal di gerobak,” Udin menceritakan.
Ia lalu pergi ke Masjid Jami Mujahidin Tangsel. Usai sholat, ia curhat pada pengurus masjid. Intinya, butuh tumpangan barang seminggu sambil membantu jadi marbot. KTP dia serahkan sebagai jaminan.
Alhamdulillah, pengurus masjid percaya padanya. “Ya sudah kamu tidur di mess marbot, jangan di ruang masjid. KTP simpan saja,” katanya pada Udin.
Merintis karier sebagai pengasong, Udin memulai dengan menjadi asisten pengasong senior dari Agen Toko Indah Sari, Tangsel. Lama-lama ia dipercaya untuk mengasong sendiri dengan modal pinjaman agen.
Dengan keuletan dan kecermatan kalkulasi dagang serta pembukuannya, usaha Udin berkembang. Tak lama jadi pengasong, ia sudah memiliki lapak tetap. Juga gerobak pribadi sebagai “rumah”-nya.
Toh, ia tak berpuas diri. Kedua adik perempuannya di kampung, memang bisa dia sekolahkan. Tapi, “masa iya saya akan jadi manusia pedagang asongan selamanya,” gugat Udin dalam hati pada dirinya sendiri.
Menikah bakal membuka pintu rejeki. Udin Ahidin percaya pada petuah guru ngajinya itu. Pada 1997, ia menikahi Icih Tarsih, gadis tetangga depan rumahnya di kampung.
Di kampung, keluarga sang istri sebenarnya siap membantu kehidupan Udin. Namun, pria ini tak mau lama-lama bergantung pada kebaikan mertuanya.
Pada 1999, Udin memboyong istrinya ke Pamulang. Pasutri ini menjadi “pedagang asongan” di emperan ruko. Usaha mereka kian berkembang.
“Apa saja saya dagangin. Misalnya kalau mau natalan dan tahun baru, apa yang laku. Mau Idul Adha, saya jualan kambing, gitu. Pernah juga saya dagang kotor, jualan minuman keras,” tutur Udin malu-malu.
Walau tak punya background keilmuan administrasi maupun akuntansi, Udin tertib membukukan cashflow usahanya. Membeli buku adalah salah satu pos pengeluaran wajibnya.
Ia menuturkan, “Tiap minggu saya membeli buku bacaan. Buku apa saja, kadang buku agama di emperan Masjid Mujahidin. Kadang buku pengetahuan alam, juga buku motivasi.”
Diam-diam, Icih memperhatikan kebiasaan suaminya. ‘’Kayaknya Akang masih semangat untuk belajar lagi,’’ Udin menirukan gumam sang istri.
Awal Mula Pak Udin Kuliah di Unpam
Suatu hari di tahun 2005, Icih pamitan pada suaminya untuk membeli daster di Pasar Jumat yang sekarang menjadi areal Kampus Unpam. Perguruan Tinggi yang didirikan Yayasan Prima Jaya pada tahun 2000 ini, pada 2005 diambil alih oleh Yayasan Sasmita Jaya yang didirikan Tokoh Tangsel, Darsono.
Bukannya membawa daster baru, Icih sepulang dari pasar malah mengangsurkan formulir perndaftaran mahasiswa baru Unpam. “Pak, jangan banyak tanya, sok isi (formulirnya) buat kuliah di Universitas Pamulang,” katanya pada sang suami.
Udin kaget, walaupun senang juga dengan perhatian istrinya. “Tapi kan mahal biaya kuliah,” katanya mengkerut.
“Tidak Pak, kuliah di Unpam nggak pakai uang gedung. Terus SPP-nya bisa dicicil,” sahut Icih. “Tahu dari mana kamu?” Udin heran.
Rupanya, Icih selama ini menyimak obrolan pegawai Masjid Mujahidin tentang kuliah di Unpam. Juga berdasarkan informasi dari brosur perguruan tinggi tersebut.
OK-lah kalau begitu, Udin mendaftar jadi mahasiswa. Ia juga penasaran pada nama Darsono yang dalam brosur disebut sebagai ketua yayasan Sasmita Jaya.
Baca juga: Daftar Lengkap Jurusan dan Akreditasi Universitas Pamulang
“Waktu itu saya memang lagi pingin ketemu yang namanya Pak Darsono. Ia dikenal sebagai pengusaha yang menyediakan perumahan murah dan ringan bagi pedagang bubur dan sebangsanya di Tangsel. Saya ingin tahu bagaimana rumus bisnisnya, sehingga tukang bubur bisa punya rumah tanpa harus melalui bank. Saya pingin belajar ilmu bisnisnya,” tutur Udin.
Ternyata, memang Darsono petinggi Yayasan Sasmita itu orangnya. Udin pun makin bersemangat kuliah di Unpam. Ia mengambil Prodi Manajemen pada Fakultas Ekonomi.
Lulus dengan nilai bagus pada 2010, Udin langsung dipercaya menjadi dosen di FE-Unpam. Walau sudah jadi dosen tetap, ia tak meninggalkan tugasnya sebagai guru di SMK Daarul Khoir Gunung Sindur, Bogor. Profesi guru ini ia tekuni sejak 2009.
Seiring kepercayaan Yayasan padanya, Udin harus kuliah lagi untuk menduduki jabatan struktural kampus. Ia mengambil magister manajemen di FE-Unpam (2010-2012). Kemudian lanjut lagi ke program doktoral di bidang yang sama di Universitas Persada Indonesia tahun 2014-2017.
Tak lupa Udin juga mendorong istrinya untuk melanjutkan kuliah, hingga berhasil meraih gelar sarjana pendidikan. Sang istri jadi semakin matching (nyambung), bahkan sangat membantu pekerjaan suaminya.
“Dengan berbagai kesibukan pekerjaan, jam kerja saya sepertinya 24 jam penuh sehari. Di situlah peran istri sangat membantu saya, seperti menyiapkan konsep naskah, korespondensi, dan lain-lain,” ungkap Udin penuh syukur karena memiliki istri yang sangat mengerti suaminya.
Menjadi Doktor di Unpam
Kini, Udin “pedagang asongan” menjadi orang kedua di Prodi Manajemen FE-Unpam. Gerobak dan lapak usaha bersejarahnya, dikelola saudara. Ruko miliknya ia kontrakkan. Keluarga Udin tinggal di Perumahan Griya Sasmita, Serua, Depok.
Ditanya kapan hendak menjadi guru besar, Udin merendah. “Paling cepat empat tahun lagi, walaupun kampus meminta saya dua tahun lagi saja,” ungkap calon Profesor Udin.
Pak Udin sepakat dengan visi-misi Unpam, untuk menjadikan lulusannya sebagai insan yang profesional sesuai kompetensinya, mandiri, dan beriman serta berakhlak mulia. “Tambah lagi dengan berbasis teknologi sesuai tuntutan perkembangan zaman,” imbuhnya.
Hal itu juga sesuai dengan motto Kota Tangsel: Cerdas, Modern dan Religius.
Karena itu, Waka Prodi Manajemen sangat berterima kasih kepada dosen Unpam, Drs Teguh Yuwono MM, yang sudah mendatangkan pakar-pakar sebagai narasumber kuliah umum di Unpam. Misalnya Abdullah Firman Wibowo, Direktur Utama BNI Syariah.
“Narasumber seperti Pak Firman sangat kita butuhkan ilmu dan pengalamannya, karena beliau seorang praktisi yang berprestasi,” kata Udin.
Kebahagiaan Udin, tatkala orang-orang yang bekerja padanya, dapat bersekolah atau melanjutkan pendidikan. Baik dari kalangan keluarganya maupun bukan.
“Saya juga sangat bahagia, jika ditegur orang sukses yang ternyata pernah menjadi mahasiswa saya di Unpam. Saya sendiri lupa padanya,” ujar Udin sambil menyebut sejumlah anggota DPRD, pengusaha, dan tokoh masyarakat yang pernah ia didik.
Dr. Udin Ahidin, di akhir wawancara kami, ia berpesan, “Jangan pernah menyepelekan perbuatan baik sekecil apapun, karena kita pasti akan menuai investasi kebaikan itu dan bertekad hingga menjadi orang yang sukses karena jika hidup ini kamu jalani dengan begitu saja, impian dan tujuan tak ada maka hampalah hidup ini,”