jurnalistika.id – Pemerintah resmi menetapkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kebijakan tersebut usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jumat (29/11).
“Menaker (Menteri Ketenagakerjaan Yassierli) mengusulkan kenaikan upah minimum 6 persen. Namun setelah membahas juga dan laksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita ambil keputusan menaikkan rata-rata upah minimum nasional 2025 6,5 persen,” kata Prabowo.
Kenaikan UMP tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan tahun 2024 yang hanya sebesar 3,6 persen.
Dasar Perhitungan Kenaikan UMP
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, dasar perhitungan kenaikan UMP melibatkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“UMP 2025 an landasannya baik itu inflasi maupun pertumbuhan ekonomi,” ujar Airlangga di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Baca juga: Ini Daftar Perkiraan UMP 2025 di 38 Provinsi Indonesia, Banten Berapa?
Pemerintah juga mempertimbangkan struktur biaya tenaga kerja di setiap sektor. Untuk sektor padat karya, biaya tenaga kerja mencapai 30 persen dari total pengeluaran perusahaan. Sementara itu, di sektor non-padat karya, biaya tenaga kerja berada di bawah 15 persen.
“Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di tiap sektor,” tambah Airlangga.
Kritik dari Buruh dan Pengusaha
Kenaikan UMP sebesar 6,5 persen mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, termasuk buruh dan pengusaha.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat menyebut kenaikan ini belum cukup membantu buruh menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok.
“Kalau disampaikan apakah sesuai kondisi buruh saya katakan tidak sesuai. Kecuali pemerintah menurunkan harga sembako, harga pangan. Itu diturunkan dulu, kalau itu diturunkan misal 20 persen, maka angka 6,5 persen itu bisa mengangkat daya beli,” ungkap Mirah.
Ia juga menyoroti efek psikologis kenaikan UMP yang kerap memicu kenaikan harga barang dan biaya transportasi.
“Kalau itu tidak dilakukan maka angka 6,5 persen dalam kondisi seperti ini ya agak berat,” tambahnya.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempertanyakan dasar kenaikan UMP tersebut. Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai keputusan itu tidak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.
“Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini, serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” ujar Shinta dalam pernyataan resmi, Sabtu (30/11) dikutip CCN Indonesia.
Selanjutnya, upah minimum sektoral akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Provinsi, Kota/Kabupaten. Ketentuan rinci terkait kebijakan ini akan diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri ketenagakerjaan.
Meski menuai kritik dari berbagai pihak, pemerintah menyatakan kebijakan ini telah melalui pembahasan yang matang, dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan tenaga kerja.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini