Jurnalistika
Loading...

Perempuan Sebagai Tiang Wingking dalam Sajak Humam S Chudori

  • Ratu Masrana

    04 Mar 2022 | 17:24 WIB

    Bagikan:

image

Photo by Artur Ignatov on Unsplash

“Andaikata tak melihat Tuhan

dalam dirimu yang biasa

dan tak istimewa

mungkin aku masih terlunta”.

Sajak di atas adalah bait pertama dalam salah satu sajak Humam S Chudori yang berjudul “Wiwin” dalam kumpulan sajak-sajaknya tentang perempuan.

Selain ‘Wiwin’, masih ada Dewi, Rini, Ratna, Syamsiah, Hafshah dan sajak lainnya yang satu payung dengan sajak bertemakan perempuan tersebut.

Saking istimewanya mahluk yang bernama Perempuan ini, hingga penyair yang juga cerpenis terkenal ini menuliskannya dalam puisi.

“Perempuan itu tiang wingking,” begitulah Humam memulai percakapan kami sebelum acara penghargaan sastra LITERA 2021, di Ruang Merdeka, Swiss BellHotel BSD, Serpong, Tangerang Selatan, Selasa, 14 Desember 2021 lalu.

humam s chudori
Humam S Chudori dalam lukisan karya Yakub Setia Budi alias Suket Liar. ( Foto: Instagram @humams.chudori)

Menurut bahasa Jawa, wingking artinya dapur atau belakang.

Secara harfiah bisa berarti bahwa perempuan tiang wingking ialah perempuan yang di dapur atau berada di belakang.

Namun ternyata, penjabarannya tidak sesederhana itu. Jika hanya sebatas itu, maka asisten rumah tangga pun bisa termasuk kategori ini.

“Coba kita lihat ya, artis itu terkenal, tapi siapa yang berada di belakang layarnya? Sutradara, kan? Dan banyak lagi kru pendukung lainnya. Atlit yang terkenal, tapi lihat lagi, ada pelatih yang melatihnya hingga dia menjadi terkenal,” papar pria berusia 63 tahun ini pelan-pelan.

Baca juga: Siapa Sapardi Djoko Danomo?

Sampai sini sepertinya lelaki bijak asal Pekalongan ini ingin melengkapi lebih jauh isi wawancara kami.

Peran Perempuan Sebagai Istri

“Kita cenderung melihat sesuatu dari luar. Padahal secara tidak langsung yang berperan dalam kehidupan keluarga adalah wanita,” lanjut penulis novel Shobrun Jamil ini.

Meski di belakang layar, wanita punya andil besar dalam kehidupan ini.

Bagaimana urusan anak dan suami menjadi selesai di tangan dahsyatnya seorang wanita.

“Tapi ya itu tadi, ngga kelihatan, karena di belakang alias di rumah,” tegas pria yang namanya masuk dalam Leksikon Kesusastraan Indonesia Modern Edisi 1990.

Pekerjaan rumah yang tak pernah usai dan serangkaian tetek bengek lainnya, hanya wanitalah yang telaten bisa membereskannya. Mahluk yang notabene sering dikatakan lemah itu ternyata tidak selemah label yang sudah tertancap dengan tidak adil.

Tak jarang kita temui wanita-wanita tangguh, yang tak hanya bekerja tapi juga menangani urusan rumah dengan baik.

“Kendati demikian, berperan bukan berarti lalu wanita bisa serta merta memerintah suami. Apalagi jika sang istri bekerja dan gajinya lebih besar,” ulas penulis novel Sepiring Nasi Garam ini.

Seperti dalam cuplikan sajaknya yang berjudul “ Lies”

“kekagumanku pada kecantikan

juga kelembutan sikap

dan kesantunan budi pekerti

adalah zikirku pada Tuhan”.

Memanusiakan Suami

“Katanya, suami yang sering ‘jajan’ adalah mereka yang tidak diperhatikan oleh istri. Sebaliknya, diservis habis-habisan oleh sang kupu-kupu malam,”lanjutnya.

Padahal, suami itu dapat senyuman saja, hatinya sudah tenang luar biasa. Perasaannya semudah itu menjadi renjana.

Kendati mungkin saja, persoalannya belum ada solusi.

Pesan beliau ini senada dengan sajaknya yang berjudul “Hafshah”,

“Ceriamu tak pernah lekang

meski hidup terkekang

dalam bingkai kehidupan

yang cadas penuh retakan

riangmu nan lucu

selalu terlukis di hatiku

tak kenal waktu

saat girang. pun saat sendu”.

Tentu saja dengan sebuah catatan bahwa perlakuan sang istri berangkat dari ketulusan yang terpancar dari ceruk hati. Seperti tertera dalam cuplikan sajak “Syamsiah”,

“Kau berusaha terus menyepuh

bukan dengan emas atau perak

tetapi lewat selembar keikhlasan

serta semangat yang terserak”.

Perempuan adalah Sosok Mulia 

“Sejatinya wanita adalah tiang negara,” tuturnya.

Dijelaskan bahwa jika akhlak wanitanya rusak maka rusaklah negara itu. Di sini bisa dilihat betapa wanita memiliki peran yang sangat istimewa bahkan dalam kehidupan negara.

“Dengan kelembutannya wanita bisa menjadi tulang punggung keluarga – sosok yang berperan membawa keluarganya menjadi lebih baik,” ia menambahkan.

Perhatikan lanjutan sajak “Wiwin” berikut ini,

“Jika Dia tak membisiki sesuatu

pada hati nuraniku

atau senantiasa mengingatkan

pasti aku memilih hidup di hutan”.

Baik wanita atau pria tidak bisa memilih peran kecuali menurut pada Sang Khalik.

“Hidup memang sebatas berperan

dan kita tak bisa memilih peran

kendati  selalu diperjuangkan

dengan keringat yang jumpalitan”

Namun, bukan berarti mereka tidak bisa berbuat apa-apa melainkan terus memberikan yang terbaik untukNya.

“Pada akhirnya kita pasrah

bukan berarti menyerah

tetapi setiap manusia

akan jalani peran sesuai skenario-Nya”.

Sehingga hubungan mereka bisa menjadi sebuah pertemanan yang hakiki yang terlukis dalam sajak “Dewi,”

“Membuatku memahami persahabatan

tanpa lelah kau jahit sisi-sisi perbedaan

sebelum kutahu arti cinta sederhana

dan perjalanan waktu menjadi fana

Bukan malah menjadi “Rini” dalam cuplikan sajaknya,

persoalannya menjadi rumit

karena jalan yang beda

padahal tak ada yang sulit

jika ukuran yang dipakai sama

dan luka-luka itu menganga

menjadi segudang kesalahan

yang berkepanjangan

koreng bertumpuk di gudang

jiwa dan pikiran

tidak terpikir setitik dosa

akan menjadi problema

di alam selanjutnya

yang kualami

hingga kini”.

Kesimpulannya, perempuan sebagai tiang wingking adalah bagaimana perempuan mendekatkan diri kepada Tuhan meski tak semudah membalikkan tangan.

Hari Perempuan Internasional

Humam s Chudori

perempuan

Perempuan tiang wingking

puisi

Sajak


Populer

Cara Main Koin Jagat, Aplikasi ‘Berburu Koin’ Viral di Medsos
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami