Jurnalistika.id- Siapa yang tak kenal dengan tokoh Muhammad Ali, petinju legendaris lintas zaman ini menjadi idola dari berbagai jagoan seperti Anthony Joshua hingga Si Leher Beton, Mike Tyson.
Ali dengan sebutan khasnya “The Greatest”, dalam karir profesionalnya memegang gelar juara kelas berat versi WBA dan WBC, terjun ke tinju pro setelah mengenyam pertandingan amatir dengan puncaknya sebagai juara Olimpiade 1960 di Roma.
Kembali kepada masa kecil Ali, nama Cassius Marcellus Clay Jr tersemat kepada sang legenda. Pada tahun tersebut Ali lahir dengan politik segregasi kulit hitam dan putih di Amerika Serikat.
Ali bahkan pernah diusir dari sebuah toko ketika ingin membeli air minum karena kulitnya yang hitam. Kejadian tersebut membekas di pikirannya sampai dirinya dewasa dan menjadi tokoh aktivis dan berjuang untuk kesetaraan hak dan anti rasial.
Ali pertama kali berlatih tinju pada usia 12 tahun. Saat itu Ali kehilangan sepeda kesayangannya pada sebuah Bazaar, lantas Ali melaporkan kehilangan sepedanya itu kepada polisi. Joe Martin yang menanggapi laporan tersebut kemudian mengajari Ali Tinju untuk melawan pencuri sepedanya.
Setelah 6 pekan berlatih bersama Joe, pertandingan tinju pertamanya dilalui dengan kemenangan angka pada acara Tommorow’s Champions, Ali mengalahkan petinju bocah lain bernama Ronny O’Keefe dalam pertarungan tiga ronde.
Karir Ali semakin cerah, berhasil memainkan 108 pertandingan amatirnya dan mendapatkan gelar Kentucky Golden Glove sebanyak enam kali, dua National Golden Glove, dua gelar Amateur Athletic Union dan medali emas dalam Olimpiade Roma.
Dalam dunia profesional, Ali memulainya dengan kemenangannya pada 19 pertandingan (15 KO), gelar juara pertamanya dia dapatkan ketika mengalahkan Sonny Liston sebanyak dua kali dan mempertahankan gelarnya sebanyak 8 kali.
Ali dengan keras menolak wajib militer dan menganggap musuh dia adalah orang kulit putih yang rasis bukan orang Vietnam, Jepang, atau china. Hal tersebut membuat gelar juara dunia miliknya dicabut dan larangan bertanding.
Berselang 48 Minggu, Ali memulai debut kembalinya dengan cemerlang, menang melawan Joe Frazier dan melangkah menantang George Foreman di partai puncak.
Ali berhasil meraih kemenangan KO pada ronde kedelapan. Ini menjadi kali kedua Ali meraih sabuk juara dunia kelas berat yang sempat dicabut tujuh tahun sebelumnya.
Selanjutnya pada Februari 1978, Ali kehilangan sabuk juaranya setelah dikalahkan Leon Spinks setelah kalah angka dalam pertandingan 15 ronde. Tujuh bulan berselang membalas kekalahan sekaligus merebut gelar juaranya untuk kali ketiga.
Ali menjadi petinju pertama yang memenangkan sabuk gelar juara dunia kelas berat sebanyak tiga kali.
Baca Juga:
- Muhammad Ali vs Joe Frazier : Mengenang 50 Tahun Pertarungan Brutal Abad 20