jurnalistika.id – Timnas Indonesia U-20 melewati dua laga Piala Asia U-20 dengan kekalahan. Dua kekalahan beruntut tersebut sekaligus membuat Garuda Muda kehilangan harapan untuk lebih lama di ajang internasional itu.
Kekalahan 1-3 dari Uzbekistan pada laga kedua Grup C di Shenzhen Youth Football Training Base Centre Stadium, Minggu (16/2) malam WIB, menjadi pukulan telak. Memastikan harapan untuk lolos ke babak perempat final sudah pupus.
Tanpa poin dari dua pertandingan, Indonesia kini hanya bisa berjuang untuk menjaga harga diri di laga terakhir melawan Yaman, yang juga sudah tersingkir.
Juang Garuda di Pertandingan Melawan Uzbekistan
Pertandingan melawan Uzbekistan sebenarnya sempat memberikan secercah harapan. Meski tertinggal lebih dulu pada menit ke-21 melalui sundulan terarah kapten Uzbekistan, Mukhammaddali Urinboev, Timnas U-20 merespons dengan cepat.
Striker andalan Jens Raven berhasil mencetak gol penyama kedudukan pada menit ke-23, memanfaatkan umpan terobosan dari Marselinus Ama Ola.
Gol ini sempat membangkitkan semangat, namun sayangnya, tim tidak mampu mempertahankan momentum tersebut.
Baca juga: Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Fase Grup Piala Asia U-20 2025
Babak pertama berakhir dengan skor 1-1, tetapi babak kedua justru menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Hanya dua menit setelah kick off, gawang Indonesia kembali bobol oleh tembakan keras Abdugafur Haydarov.
Gol ini seolah membuka keran tekanan Uzbekistan, yang terus mendominasi permainan. Pada menit ke-63, Saidumarkhon Saidnurullayev memperbesar keunggulan Uzbekistan menjadi 3-1 melalui sundulan dari sepak pojok.
Indonesia sempat memiliki peluang untuk mengurangi ketertinggalan. Namun, eksekusi Arlyansyah pada menit ke-70 tidak menemui sasaran.
Sisa waktu pertandingan dihabiskan dengan upaya sia-sia untuk mencetak gol, dan skor 1-3 pun bertahan hingga peluit akhir.
Dengan hasil ini, Indonesia menempati posisi ketiga klasemen Grup C tanpa poin. Sementara Uzbekistan dan Iran sudah mengamankan dua tiket lolos ke babak perempat final.
Kekalahan telak Yaman dari Iran dengan skor 0-6 membuat Indonesia naik ke peringkat ketiga, meski secara teknis hal itu tidak lagi berpengaruh.
Pertandingan terakhir melawan Yaman pada Rabu (19/2) hanya akan menjadi ajang pertarungan untuk menjaga reputasi, karena kedua tim sudah dipastikan tersingkir.
Indra Sjafri Jadi Sorotan
Sosok Indra Sjafri, pelatih Timnas U-20, menjadi sorotan seiring terhentinya langkah Indonesia di fase grup. Sebelum turnamen, Sjafri berambisi membawa Timnas U-20 lolos ke Piala Dunia U-20 2025 dengan cara mencapai semifinal Piala Asia.
Namun, ambisi itu kandas setelah dua kekalahan berturut-turut. Ini adalah kali ketiga Sjafri memimpin Timnas U-20 di Piala Asia, dengan hasil terbaiknya adalah lolos ke perempat final pada 2018.
Sayangnya, pada edisi kali ini, Indonesia gagal mengulangi prestasi tersebut.
Baca juga: Curhat Ingin Menikah, Kakek di Tangsel Datangi Kantor Polisi
Kinerja Timnas U-20 di Piala Asia 2025 memang mengecewakan. Dari dua pertandingan yang sudah dilalui, tim tampil tanpa daya dan kesulitan bersaing melawan lawan-lawan yang lebih mumpuni.
Kekalahan 0-6 dari Iran di laga pembuka dan kekalahan 1-3 dari Uzbekistan menunjukkan ada jurang kualitas yang cukup lebar antara Indonesia dengan tim-tim papan atas Asia.
Meski sempat menunjukkan perlawanan di babak pertama melawan Uzbekistan, ketahanan mental dan fisik tim tampak rapuh di babak kedua, yang berujung pada kekalahan telak.
Menang Melawan Yaman Menjaga Harga Diri
Pertandingan terakhir melawan Yaman mungkin hanya akan menjadi ajang formalitas, tetapi setidaknya tim bisa mencoba mengakhiri turnamen dengan catatan yang lebih baik.
Namun, satu hal yang pasti: harapan untuk lolos ke babak selanjutnya sudah tidak ada.
Kini, yang tersisa adalah evaluasi mendalam untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia agar bisa lebih kompetitif di ajang internasional di masa depan.
Baca juga: Dijambret Saat Berkendara, Wanita di Pamulang Tewas Jatuh dari Motor
Timnas U-20 Indonesia harus belajar dari kegagalan ini. Persiapan yang lebih matang, pembinaan pemain yang lebih serius, dan sistem yang mendukung perkembangan sepak bola muda harus menjadi prioritas.
Jika tidak, kegagalan seperti ini akan terus terulang, dan mimpi untuk bersaing di level Asia bahkan dunia akan semakin jauh dari genggaman.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini