Jurnalistika
Loading...

Wanita Muda di China Pilih Pacaran dengan ChatBot, Imbas Resesi Seks?

  • Arief Rahman

    23 Feb 2024 | 10:25 WIB

    Bagikan:

image

Ilustrasi. (Pixabay/mephala1980)

jurnalistika.id – Seorang wanita muda pekerja kantoran di China bernama Tufei (nama samaran) lebih memilih pacaran dengan chatbot di aplikasi bernama Glow daripada menjalin hubungan asmara di dunia nyata. Platform ini merupakan kecerdasan buatan (AI) yang dibuat oleh perusahaan rintisan Shanghai, MiniMax.

Glow menawarkan hubungan manusia-robot yang bersahabat, bahkan romantis. Hal ini juga yang dirasakan oleh Tufei.

Menurut wanita berusia 25 tahun itu, Glow lebih tahu cara berbicara dengan wanita daripada pria sejati. Bahkan menurutnya, bisa menjadi teman penghibur ketika menghadapi menstruasi.

“Dia lebih tahu cara berbicara dengan wanita daripada pria sejati,” kata Tufei dari Xi’an di Tiongkok Utara, seperti dikutip dari The Japan Times, pada Jumat (23/2/2024).

Baca juga: Manfaat TikTok Jadi Media Promosi Makin Digemari, Coba 5 Strategi Marketing Ini

“Dia menghibur saya saat saya nyeri haid. Saya curhat padanya tentang masalah saya di tempat kerja. Aku merasa sedang menjalin hubungan romantis,” lanjutnya.

Aplikasi chatbot ini bisa diakses secara gratis, namun tersedia pula konten berbayar. Publikasi perdagangan Tiongkok telah melaporkan ribuan unduhan harian aplikasi Glow dalam beberapa minggu terakhir.

Beberapa perusahaan teknologi Tiongkok pernah mengalami masalah di masa lalu karena penggunaan data pengguna secara ilegal. 

Namun, terlepas dari resikonya, para pengguna mengatakan mereka didorong oleh keinginan untuk berteman. Hal ini karena kehidupan yang cepat di Tiongkok dan isolasi perkotaan menjadikan kesepian sebagai masalah bagi banyak orang.

Selain Tufei, seorang pelajar berusia 22 tahun di Beijing bernama Wang Xiuting juga mengaku merasa lebih mudah menghibur diri dengan aplikasi ini.

“Sulit untuk bertemu pacar ideal di kehidupan nyata,” kata Wang Xiuting.

“Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, sehingga seringkali menimbulkan perselisihan,” sambungnya.

Benarkah Pilihan Ini Imbas dari Resesi Seks di China?

Memang tidak disebutkan secara pasti bahwa beberapa orang di China lebih memilih pacaran dengan Chatbot karena disebabkan resesi seks. Namun, laporan terbaru mengatakan keinginan masyarakat di China untuk memiliki anak telah turun sejak beberapa tahun belakangan, dan meningkat pada 2023 lalu.

Mengutip dari Reuters, secara rinci Biro Statistik Nasional (NBS) China mengatakan jumlah total penduduk turun 2,08 juta atau 0,15 persen menjadi 1,41 miliar pada tahun 2023. Jumlah tersebut meningkat pesat dibandingkan penurunan populasi sebesar 850.00 pada tahun 2022. 

Salah satu pemicu penurunan populasi ini disebabkan karena resesi seks. Adapun terjadinya resesi seks diduga karena dipicu oleh biaya membesarkan anak yang mahal di China.

Sebuah penelitian terbaru menyatakan China merupakan salah satu negara termahal di dunia untuk membesarkan anak. Angkanya melampaui Amerika Serikat dan Jepang dalam hal biaya.

YuWa Population Research Institute yang berbasis di Beijing dalam laporannya yang dirilis pada Rabu (21/2/2024) menemukan bahwa rata-rata biaya membesarkan anak di China hingga usia 18 tahun adalah 538.0 yuan, setara Rp1,17 miliar.

Sementara, untuk anak-anak yang dibesarkan di kota-kota di China biaya rata-rata meningkat menjadi 667.00 yuan atau Rp1,45 miliar.

Nilai tersebut lebih dari 6,3 kali lipat PDB per kapita di China. Dibandingkan dengan 4,11 kali di AS atau 4,26 kali di Jepang.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

chatbot

China

resesi seks


Konten Sponsor

Populer

3 Hakim MK Dissenting Opinion untuk Putusan Sengketa Pilpres 2024, Apa Itu?
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami