jurnalistika.id – Dunia modern kini telah memasuki pemanfaatan artificial intelligence (AI) di hampir semua bidang. Terutama di bidang penulisan dan juga desain grafis.
Teknologi AI paling sering digunakan pengguna internet setidaknya dalam dua tahun terakhir adalah chatbot. Hanya dengan menuliskan perintah di kolom chat, AI akan dengan cepat melakukan tugasnya menyediakan sesuai yang diminta.
Misalnya, ketika seorang pelajar ingin menyusun sebuah jawaban dari soal yang ada di sekolah, hanya dengan memberi perintah ke AI, dapat diselesaikan dengan cepat. Meski jawabannya tidak selalu benar, namun cara ini semakin lumrah dilakukan.
Baca juga: Bos ChatGPT Bongkar Ancaman AI Akan Hilangkan Banyak Pekerjaan di Masa Depan
Pada bidang desain grafis cara kerjanya juga sama, cukup memberikan perintah yang detail ke AI generator, lalu dengan satu klik akan muncul. Namun, bidang ini masih sedikit jauh dari harapan dibandingkan dari meminta jawaban soal tadi.
Setidaknya, dengan kemudahan dalam mendapatkan jawaban ini, ada pergeseran pengguna internet untuk mengandalkan AI saat ingin memecahkan masalah secara instan sesuai yang disediakan. Pada akhirnya, potensi untuk menggali sendiri tidak lagi terbangun, bahkan mungkin bisa saja nanti hilang.
Seiring perkembangannya, AI pun kini sudah merambah ke ranah yang lebih luas. Seperti mengadakan lomba tertentu dengan menggunakan AI. Sehingga muncul pertanyaan, apakah hal itu dapat membunuh kreativitas atau justru membangun?
Jawaban ChatGPT
Dalam menjawab hal ini, jurnalistika.id mencoba bertanya ke ChatGPT buatan OpenAI. Dengan menjelaskan di awal terkait kebiasaan pengguna internet memanfaatkan AI. Berikut jawabannya:
Penggunaan AI dalam Perlombaan dan Pengaruhnya pada Kreativitas
1. Memfasilitasi Kreativitas
AI bisa jadi alat yang luar biasa untuk meningkatkan kreativitas, bukan malah membunuhnya. Dalam perlombaan, AI dapat memberikan wawasan baru, menghasilkan ide-ide yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.
Bahkan bisa membantu dalam proses produksi yang memakan waktu. Misalnya, AI bisa digunakan untuk menghasilkan ribuan desain dalam waktu singkat, yang kemudian bisa dikurasi oleh manusia untuk memilih yang paling menarik dan inovatif.
2. Penggantian vs. Pelengkap
Jika AI digunakan sebagai pengganti penuh kreativitas manusia, bisa jadi ini akan mengurangi peran manusia dalam proses kreatif. Namun, bila AI dipandang sebagai alat bantu atau pelengkap, kreativitas manusia bisa berkembang lebih jauh.
Baca juga: Cara Kerja Chip Otak Milik Neuralink Elon Musk
Misalnya, AI dalam lomba musik mungkin bisa menghasilkan nada dasar, tapi tetap memerlukan sentuhan manusia untuk menciptakan komposisi yang emosional dan bermakna.
3. Evolusi Definisi Kreativitas
Penggunaan AI juga mendorong kita untuk memikirkan kembali apa arti kreativitas. Mungkin kreativitas di era AI bukan lagi sekadar menghasilkan sesuatu dari nol, tapi bagaimana memanfaatkan teknologi ini untuk menciptakan karya baru yang lebih canggih dan kompleks.
Dalam konteks lomba, ini bisa berarti kombinasi unik antara kemampuan manusia dan AI yang diukur.
4. Etika dan Originalitas
Ada kekhawatiran bahwa AI dapat mengaburkan batas antara karya asli dan karya yang dihasilkan mesin. Dalam perlombaan, ini bisa jadi tantangan, terutama dalam hal keadilan dan originalitas.
Apakah hasil yang diciptakan oleh AI atas perintah manusia dianggap orisinal, atau sekadar replika dari data yang sudah ada? Di sini, kreativitas manusia dalam merancang bagaimana AI digunakan menjadi kunci.
5. Potensi Membuka Peluang Baru
Sebaliknya, AI juga bisa membuka peluang kreativitas baru yang sebelumnya tak terjangkau. Misalnya, dalam seni digital, AI bisa membantu seniman menciptakan karya yang memerlukan pemrosesan data kompleks, yang mungkin sulit dilakukan dengan tangan manusia. Ini menunjukkan bahwa AI bisa menjadi mitra dalam perjalanan kreatif, mendorong batas-batas yang ada.
Kesimpulan
Penggunaan AI dalam perlombaan tidak serta merta membunuh kreativitas, tetapi bisa membentuk ulang bagaimana kita memahaminya. AI bisa menjadi alat yang memperkaya proses kreatif, memungkinkan eksplorasi ide-ide baru, dan membuka potensi yang sebelumnya belum tergali.
Namun, penting untuk memastikan bahwa AI digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti kreativitas manusia, agar semangat orisinalitas dan inovasi tetap hidup.
Menurut Pakar
Sementara menurut Akademisi Sesi dan Tamu, Sekolah Sistem Informasi, Universitas Teknologi Queensland, Cameron Shackell dalam uraiannya di The Conversation menerangkan:
Mengharmoniskan kreativitas manusia dengan AI bukanlah tugas yang mudah, seperti halnya berjalan-jalan di alam – meskipun mungkin itu bisa memberi inspirasi.
AI generatif bisa menjadi teknologi revolusioner yang dampaknya setara dengan mesin cetak atau mesin uap. Kekuatan sebesar itu sulit untuk diabaikan; kita semua terombang-ambing dalam arus perubahan, ketidakpastian, dan rasa keterasingan yang dibawanya.
Banyak dari pemikir terhebat zaman ini telah meninggalkan bidang lain untuk fokus pada pengembangan dan penggunaan model AI yang canggih.
Peluang terbaik kita untuk mempertahankan kreativitas yang sejati adalah dengan menjaga dan mengutamakan manusia di atas teknologi buatan. Kunci dari semua ini adalah hukum kekayaan intelektual.
Setiap langkah yang membawa AI lebih dekat pada status entitas hukum – seperti memberikan AI hak “fair use” untuk melatih dirinya dengan materi berhak cipta, atau menerapkan hak cipta pada hasil ciptaannya – akan melemahkan sistem kreatif kita dan dapat mengarah pada penurunan kualitas kreativitas manusia yang semakin generik.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini