Jurnalistika
Loading...

Amicus Curiae Ramai Diajukan di Penghujung Sidang MK, Pakar: Bentuk Intervensi Peradilan

  • Arief Rahman

    18 Apr 2024 | 08:45 WIB

    Bagikan:

image

Sidang pleno pengucapan putusan atas sengketa Pilpres oleh Majelis Hakim di Gedung Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019). (ANTARA/Andi Firdaus)

jurnalistika.id – Pakar hukum tata negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, mengungkapkan pandangannya terhadap praktik amicus curiae atau sahabat pengadilan di penghujung sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, fenomena ini merupakan bentuk intervensi pada lembaga peradilan MK.

“Terkait dengan fenomena beberapa pihak mencoba untuk mengajukan diri sebagai amicus curiae di penghujung sidang, saat majelis hakim MK telah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) adalah bentuk lain dari sikap intervensi pada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum amicus curiae,” kata Fahri Bachmid dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (18/4/2024).

Ia menambahkan bahwa keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam sebuah perkara seharusnya hanya sebatas memberikan opini. Meski demikian, praktik ini lebih umum di negara-negara dengan sistem common law daripada civil law, termasuk Indonesia.

“Akan tetapi, pada hakikatnya praktik seperti itu tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita,” ucapnya.

Baca juga: Pengertian dan Peran Amicus Curiae yang Diajukan Sejumlah Tokoh ke MK

Secara yuridis, konsep amicus curiae di Indonesia diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini menekankan bahwa hakim dan hakim konstitusi harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

Fahri Bachmid juga menyatakan bahwa secara praksis hukum, praktik amicus curiae lebih sering ditemukan pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Namun, pelembagaan amicus curiae secara samar-samar juga dapat dilihat dalam persidangan pengujian undang-undang di MK.

Meskipun demikian, berdasarkan ketentuan hukum acara MK dan UU terkait, pranata hukum amicus curiae tidak dikenal. “Hakim MK dalam memeriksa dan mengadili perkara konstitusi, termasuk sengketa PHPU pilpres, sandarannya adalah konstitusi dan fakta-fakta hukum yang telah terungkap di persidangan,” tegasnya.

Sebelumnya, sejumlah pihak dari berbagai kalangan akademisi, budayawan, sastrawan, politisi, hingga mahasiswa ikut mengajukan amicus curiae ke MK. Langkah tersebut dilakukan berkaitan dengan sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

Amicus Curiae

Pemilu 2024

Pilpres 2024

Sidang MK


Konten Sponsor

Populer

3 Hakim MK Dissenting Opinion untuk Putusan Sengketa Pilpres 2024, Apa Itu?
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami