Jurnalistika
Loading...

Kenaikan PPN 12 Persen Tuai Pro-Kontra, Presiden Harus Segera Ambil Sikap

  • Jurnalistika

    20 Nov 2024 | 10:15 WIB

    Bagikan:

image

Ilustrasi. (Pexels)

jurnalistika.id – Pemerintah Indonesia berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, kebijakan ini telah memicu perdebatan sengit di berbagai kalangan, mulai dari sektor industri hingga parlemen. Pro dan kontra terus bermunculan.

Tak terhindarkan pula, sejumlah pihak menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas terhadap kebijakan ini.

Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (TAM), Henry Tanoto, mengungkapkan kenaikan PPN kemungkinan besar akan berdampak pada harga produk, termasuk mobil.

“Kalau dampak pastinya kalau kita bicara secara sederhana, kenaikan pajak berarti menaikkan harga, dalam konteks ini (harga) mobil,” ujar Henry dalam temu media di Jakarta dikutip dari Antara pada Rabu (20/11/2024).

Baca juga: Memahami PPN: Fungsi, Objek, Tarif, hingga Perhitungannya

Henry juga menyoroti potensi penurunan daya beli konsumen yang dapat mengganggu target penjualan nasional kendaraan bermotor sebesar satu juta unit pada 2025.

Selain itu, Managing Director Mandala Finance, Christel Lasmana, memperingatkan potensi kenaikan biaya operasional dan risiko meningkatnya Non-Performing Loan (NPL) di sektor multifinance.

Ia menjelaskan bahwa dampak ini dapat menurunkan permintaan pembiayaan dan mempersulit daya saing perusahaan pembiayaan di pasar.

Dampak Ekonomi Makro: Daya Beli Terancam

Ekonom Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) berpendapat kenaikan PPN akan langsung memengaruhi daya beli masyarakat. Terutama kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi rumah tangga.

“Sasaran PPN ini kelas menengah, dan diperkirakan 35 persen konsumsi rumah tangga nasional bergantung pada konsumsi kelas menengah,” jelas Bhima dikutip dari bloombergtechnoz.com

Ia memperkirakan kenaikan tarif ini akan mendorong inflasi ke angka 4,5 persen-5,2 persen secara tahunan. Inflasi yang tinggi berpotensi menekan pengeluaran untuk barang sekunder. Seperti elektronik, kendaraan bermotor, dan produk kosmetik, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga: Sederet Dampak Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Terhadap Ekonomi Masyarakat

Bagi Bhima, keputusan Presiden untuk menunda kenaikan PPN atau mengarahkan kebijakan alternatif menjadi krusial untuk menghindari dampak negatif lebih lanjut.

“Sebaiknya, rencana penyesuaian tarif PPN dibatalkan. Kalau mau dorong rasio pajak, perluas dong objek pajaknya, bukan utak-atik tarif,” pungkasnya.

Bhima Yudhistira juga menyarankan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merevisi pasal yang mengatur kenaikan tarif PPN.

Menurutnya, langkah ini mendesak mengingat situasi ekonomi yang tidak stabil dan ancaman terhadap daya beli masyarakat.

Legislator Sarankan Tunda atau Batalkan

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Kholid, menyarankan pemerintah untuk memanfaatkan fleksibilitas dalam UU HPP yang memungkinkan tarif PPN ditetapkan antara 5 persen hingga 15 persen.

“Jika pemerintah dan DPR sepakat, kita bisa menunda atau membatalkan kenaikan PPN 12 persen di awal tahun 2025 mendatang,” tegas Kholid.

Kenaikan PPN menjadi 12% memang dirancang untuk memperkuat kas negara. Namun dampak ekonominya perlu dikaji lebih dalam.

Baca juga: Sri Mulyani Pastikan PPN 12 Persen tetap Berjalan di Pemerintahan Prabowo

Presiden Prabowo diharapkan segera mengambil sikap tegas baik melalui revisi kebijakan, penerbitan Perppu, atau bahkan mempertimbangkan opsi pembatalan.

Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, keputusan yang tepat akan menjadi penentu arah kebijakan fiskal dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini

kenaikan PPN

PPN

PPN 12 persen


Populer

Kronologi Pilkada Berdarah di Sampang: Beda Pilihan Nyawa Melayang
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami