jurnalistika.id – Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025 memicu gelombang penolakan, khususnya di media sosial.
Warganet mengunggah berbagai pesan kritis berlatar biru dan lambang Garuda. Pesannya, menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang dianggap memberatkan rakyat di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Beberapa pesan yang viral di antaranya:
“Menarik Pajak Tanpa Timbal Balik Untuk Rakyat Adalah Sebuah Kejahatan”
“Jangan Minta Pajak Besar Kalau Belum Becus Melayani Rakyat”
“Bebankan Pajak Besar Untuk Pembalak Hutan, Pengeruk Bumi dan Industri Tersier. Jangan Palak Rakyat Terus-terusan.”
Pesan-pesan ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat bahwa kenaikan pajak tidak diimbangi dengan perbaikan layanan publik dan distribusi manfaat ekonomi yang merata.
Penjelasan Kementerian Keuangan
Merespons gelombang kritik tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Deni Surjantoro, menjelaskan kebijakan penyesuaian tarif PPN telah melalui proses pembahasan yang mendalam.
Proses ini melibatkan pemerintah dan DPR RI dengan mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, sosial, dan fiskal.
“Pada dasarnya kebijakan penyesuaian tarif PPN 1% tersebut telah melalui pembahasan yang mendalam antara pemerintah dengan DPR dan pastinya telah mempertimbangkan berbagai aspek antara lain aspek ekonomi, sosial, dan fiskal,” ujar Deni kepada media.
Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen Tuai Pro-Kontra, Presiden Harus Segera Ambil Sikap
Deni juga menambahkan bahwa keputusan ini didasarkan pada kajian ilmiah yang melibatkan akademisi dan praktisi.
“Bahkan juga memperhatikan kajian ilmiah yang melibatkan para akademisi dan para praktisi,” tegasnya.
Sorotan Media Sosial: Mosi Tidak Percaya
Media sosial, yang kerap menjadi cerminan opini publik, menunjukkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola anggaran dan memberikan manfaat langsung kepada rakyat.
Frasa seperti “Jangan Kebiasaan Malakin Rakyat!” menggambarkan frustrasi yang mendalam terhadap kebijakan fiskal yang dianggap tidak adil.
Baca juga: Sri Mulyani Pastikan PPN 12 Persen tetap Berjalan di Pemerintahan Prabowo
Banyak pihak menilai bahwa beban pajak harusnya lebih diarahkan kepada sektor-sektor yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam..
Misalnya, pembalak hutan dan pengeruk bumi, bukan rakyat kecil yang sudah tertekan oleh kondisi ekonomi.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini